DILI, 31 agustus 2023 (TATOLI)— Ramon Magsaysay Award Foundation RMAF tahun ini telah memilih Eugenio ‘Ego’ Lemos sebagai salah satu dari pemenang penghargaan Ramon Magsaysay (RM) Award tahun 2023 dengan tema ‘Transforming Asia, Inspiring The World’ pada kategori Food Sovereignty Visionary.
Dalam laman resmi RMAF 2023 diungkapkan bahwa penghargaan tersebut diberikan pada empat orang inspirator seperti Korvi Rakshand (Bangladesh), Miriam Coronel Ferrer (Filipina), Ravi Kannan (India) dan juga Ego Lemos dari Timor-Leste.
Kecukupan pangan, konservasi lingkungan, otonomi daerah, kesetaraan sosial, adalah masalah-masalah yang mendesak dan menjadi perhatian utama saat ini. Tantangan-tantangan ini ditangani oleh pemerintah, badan-badan pembangunan, organisasi multilateral, dan lembaga-lembaga lain.
“Tetapi kita juga telah melihat bahwa tindakan yang paling berarti dan berdampak besar sering kali datang dari bawah, dari komunitas lokal dan masyarakat itu sendiri,” ungkap laman resmi RMAF.
Sebuah contoh yang menginspirasi adalah kisah Eugenio Lemos, 51 tahun, dari Timor Leste. Ego Lemos hidup dengan penuh gejolak selama bertahun-tahun dalam perjuangan kemerdekaan negaranya, yang diwarnai dengan invasi Indonesia dan perang saudara yang pahit yang menandai kemunculan Timor-Leste sebagai negara yang merdeka penuh pada tahun 2002.
Awal yang sulit seperti itu menghancurkan perekonomian, menyebabkan 40% dari populasi negara yang sebagian besar tinggal di pedesaan hidup di bawah garis kemiskinan. Bagi Ego Lemos, yang lahir dari keluarga petani, masa itu juga merupakan masa yang tragis.
Dia kehilangan ayah dan saudara-saudaranya selama perang dan harus membantu ibunya dalam mengerjakan pekerjaan pertanian pada usia dini. Hal itu menjadi bagian dari hidupnya. Dia belajar pertanian di universitas lokal dan melakukan kegiatan seperti memulai sebuah kelompok untuk mempromosikan pertanian organik.
Berita terkait : Raih RM Award 2023, Ego Lemos berkesempatan beri kuliah umum tentang lingkungan
Pada tahun 1999, seorang pelatih permakultur dari Australia, yang berada di Timor-Leste melatih para petani di bidang pertanian berkelanjutan, dan memperkenalkan Ego Lemos pada permakultur, sebuah sistem holistik untuk menciptakan dan mengelola agrosistem yang berkelanjutan.
Hal ini bukan hanya tentang mentransfer teknologi tetapi juga penanaman etos hubungan yang bertanggung jawab terhadap alam dan manusia, yang dinyatakan dalam kata-kata “peduli pada bumi, peduli pada manusia, dan pembagian yang adil”.
Ego Lemos melihat bahwa banyak elemen dari sistem ini telah ada dalam budaya tradisional Timor-Leste dan ia memutuskan bahwa ini adalah sesuatu yang akan ia kembangkan di antara rakyatnya.
Pada tahun 2001, Ego Lemos mendirikan Permakultura Timor-Lorosa’e (Permatil). Permatil memiliki tiga program utama. Program Pelatihan Pemuda yang menyelenggarakan perkemahan tiga hari untuk pemuda berusia tujuh belas tahun ke atas, yang melibatkan kegiatan belajar dan bersenang-senang di bidang pengelolaan air dan sumber daya alam, pertanian, akuakultur, dan wanatani.
(Kemudian ditambahkan perkemahan lain untuk anak-anak usia 12-16 tahun, dengan kegiatan yang lebih sederhana seperti berkebun dan menyiapkan makanan organik).
Program Kebun Sekolah yang dilaksanakan di sekolah-sekolah dasar negeri di mana para siswa merawat kebun sayur dan belajar membuat kompos, pengendalian hama secara alami, pemilihan benih, dan keterampilan lainnya.
Ada juga Program Pengelolaan Air dan Sumber Daya Alam yang mempromosikan “pemanenan air hujan” dengan membangun kolam, dan teras untuk menyimpan air, mengisi kembali akuifer, dan meregenerasi mata air.
Sejak tahun 2008, perkemahan pemuda ini telah melatih lebih dari 5.000 pemuda di seluruh negeri. Program Kebun Sekolah telah didirikan di lebih dari 250 sekolah dan, sejak tahun 2015, telah diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah negeri.
Program Pengelolaan Sumber Daya Air dan Sumber Daya Alam Permatil telah diperkenalkan di tiga belas kotamadya di Timor-Leste. Lebih dari 1.000 kolam penampungan air telah dibangun dan 300 mata air telah dihidupkan kembali, dengan memberikan manfaat bagi lebih dari 400.000 penduduk atau hampir sepertiga dari populasi negara.
Karismatik, Ego Lemos bekerja dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat dan mereka tertarik dengan sikapnya yang terbuka, rendah hati, dan membumi. Sesuai dengan karakternya, ia adalah seorang aktivis, penulis lagu dan penyanyi yang menggunakan lagu-lagunya sebagai media untuk mengkomunikasikan isu-isu sosial yang ia pedulikan.
Lebih dari sekadar metode dan teknik, Ego Lemos mempromosikan cara pandang yang lebih luas terhadap alam dan manusia, terutama di kalangan anak muda. Ego Lemos sendiri juga telah menyelesaikan gelar master dalam bidang pengembangan masyarakat di Australia (2008-2010).
Apa yang mendefinisikan dirinya saat ini adalah bahwa ia bangga dan menghormati budayanya, berpijak pada realitas lokal, dan menggali lebih dalam dari pengetahuan tradisional tentang apa yang ia anggap penting untuk hidup.
Dia menegaskan, bahwa yang dibutuhkan bukan hanya “ketahanan pangan” atau akses terhadap makanan (yang sering kali bersifat komersial dan diimpor), melainkan “kedaulatan pangan”, yaitu kemampuan negara untuk memproduksi makanannya sendiri, dengan mengutamakan makanan lokal, alami, dan bergizi.
Namun, Ego Lemos menyadari bahwa apa yang ia lakukan memiliki pelajaran di luar Timor-Leste. “Pesan saya kepada orang-orang terutama para pemimpin di setiap negara agar berpikirlah dengan bijak. Jangan hanya memikirkan bagaimana menciptakan keuntungan untuk bisnis tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Sebagai warga dunia, semua yang kita lakukan berdampak pada orang lain. Kita memiliki satu atmosfer, satu air, satu udara,” tuturnya.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz