DILI, 01 september (TATOLI)— Laporan terbaru dari Inisiatif Segitiga Terumbu Karang (CTI-CFF) dan Program Segitiga Terumbu Karang (WWF), menyerukan untuk segera menangani krisis plastik global yang terus meningkat dan mempengaruhi atau mengamcam Segitiga Terumbu Karang secara tidak proporsional.
Segitiga Terumbu Karang adalah kawasan yang dikenal dengan keanekaragaman hayati lautnya yang tak tertandingi dan diperkirakan menghasilkan 6,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik setiap tahunnya.
Angka ini kemungkinan akan berlipat ganda pada tahun 2025 jika negara-negara mengadopsi pendekatan bisnis seperti biasa, yang akan berdampak pada kesehatan manusia dan ekosistem, yang mempengaruhi industri termasuk perikanan, akuakultur, pariwisata, dan perkapalan, yang menjadi sumber pendapatan jutaan masyarakat pesisir, dan merupakan mata pencaharian, dan ketahanan pangan.
Dirilis 31 agustus 2023, laporan inventarisasi “Polusi Plastik Laut dan Sumbernya di Segitiga Terumbu Karang” diterbitkan oleh Inisiatif Segitiga Terumbu Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan (CTI-CFF) dan Program Segitiga Terumbu Karang (WWF), dengan tujuan mengidentifikasi pendekatan strategi regional berdasarkan temuan-temuan dalam laporan tersebut.
“Sebagian besar sampah plastik di Segitiga Terumbu Karang yang bocor ke laut berasal dari sumber di darat,” ungkap laporan yang diakses Tatoli.
Faktor yang memicu karena buruknya pengelolaan sampah berbasis lahan yang buruk, kurangnya pengolahan sampah dan sistem daur ulang yang lemah dengan diperparah dengan masuknya sampah plastik dalam jumlah besar, baik legal maupun ilegal ke kawasan negara lain. Kurangnya peraturan dan penegakan hukum yang komprehensif semakin memperburuk masalah ini.
Sementara itu, permintaan akan plastik terus meningkat, yang menyebabkan produksi dan konsumsi yang tak kunjung surut, terutama untuk kemasan plastik sekali pakai.
“Analisis situasi polusi plastik di Segitiga Terumbu Karang mengungkapkan tantangan yang sangat rumit dan membutuhkan perubahan sistemik,” tegas Mohd Kushairi bin Mohd Rajuddin, Direktur Eksekutif Sekretariat Regional CTI-CFF di Manado, Sulawesi Utara.
Menyadari sifat multifaset dari masalah ini, CTI-CFF telah memulai misi untuk mengembangkan program aksi yang terukur dan rencana pengelolaan yang melindungi ekosistem laut, melestarikan keanekaragaman hayati, dan mendorong mata pencaharian yang berkelanjutan.
“Secara singkat, inventarisasi ini menegaskan bahwa polusi plastik di laut merupakan masalah yang kompleks tanpa solusi tunggal dan bahwa perubahan sistemik yang menangani produksi hulu dan pengelolaan limbah di hilir diperlukan untuk mencegah potensi 2,2 juta hingga 5,9 juta ton plastik masuk ke lautan setiap tahunnya dari enam negara Segitiga Terumbu Karang,” ujar Jackie Thomas, penulis laporan dari Program Segitiga Terumbu Karang WWF.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz