DILI, 14 januari 2025 (TATOLI)— AIFAESA, I.P. (Badan Inspeksi dan Pengawas Kegiatan Ekonomi, Sanitasi, dan Pangan) menegaskan pembangunan dan renovasi untuk gedung laboratorium akan dimulai tahun ini dengan anggaran sebesar $250 ribu.
Hal ini ditegaskan Inspektur Jenderal AIFAESA, I.P., Odete da Silva Viegas dalam wawancara dengan para awak media di kantornya AIFAESA Matadouro, Dili, selasa ini.
“Kami memiliki diskusi lanjutkan dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Indonesia untuk konstruksi laboratorium, dan pembangunan infrastruktur adalah tangung jawab dari pemerintah, BPOM mendukung pelatihan SDM (sumber daya manusia) dan peralatan lainnya,” jelas Inspektur Odete.
Ia menjelaskan pada awal desember pihak AIFAESA telah bertemu dengan BPOM Indonesia yang diwakili langsung oleh Kepala BPOM, Taruna Ikrar yang juga membahas tentang dukungan pada AIFAESA, seperti pelatihan bagi inspektur pangan dan peningkatan kapasitas laboratorium.
Berita terkait : Wakil PM : Timor-Leste butuh laboratorium terpadu berstandar internasional
“Kami akan memulai proses kontruksi dengan anggaran $250.000, gedungnya sudah ada di Tibar tapi kita merenovasi lagi, tetapi harus ada tambahan untuk peralatan dan kita harus mencari dana untuk laboratorium. Dengan dimulainya konstruksi tersebut para pegawai juga akan ikuti pelatihan dari BPOM,” ucapnya.
Menanggapi hal ini dalam laman resmi BPOM Indonesia menyambut positif usulan tersebut dan menyatakan kesiapannya untuk mendukung peningkatan kapasitas sumber daya manusia AIFAESA.
Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan penting, termasuk rencana kerja sama jangka panjang untuk meningkatkan pengawasan pangan di kedua negara. BPOM dan AIFAESA sepakat untuk terus memperkuat sinergi dalam memastikan keamanan dan kualitas produk pangan yang beredar, baik di Indonesia maupun di Timor-Leste.
Inspektur Odete juga menjelaskan perbedaan pendirian Laboratorium dari IQTL (Institut Kualitas Timor-Leste) sudah sangat jelas dimana instansi tersebut berfokus pada standarisasi dan seritifikasi sebuah produk sehingga hal ini berbeda dengan AIFAESA yang melakukan inspeksi dan pengawasan.
“Laboratorium AIFAESA dibangun karena jika nantinya ditemukan ada pelanggaran atau kecurigaan sebuah makanan mengandung formalin atau borax maka kita membutuhkan laboratorium untuk bisa membuktikan bahwa memiliki formalin dengan presentasi sekian. Jadi dari laboratorium yang ada di AIFAESA untuk menjawab masalah yang ditemukan di lapangan dan IQTL juga akan memiliki laboratiriumnya sendiri,” ucapnya.
Inspektur Odete tanpa menyebutkan dana yang dikeluarkan, setiap tahun saat harus melakukan pengujian atau test laboratorium akan dilakukan di BPOM Bali atau BPOM Kupang sehingga proses kerja inspeksi berjalan lambat.
Kedepannya AIFAESA akan berkoordinasi dengan Otoritas Kepabeanan (AA -portugis) untuk memiliki akses pada produk-produk yang diimpor sehingg membantu proses inspeksi di lapangan.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz