iklan

INTERNASIONAL, HEADLINE, SOSIAL INKLUSIF

Menteri Verónica serukan penentuan nasib bagi Sahara Barat

Menteri Verónica serukan penentuan nasib bagi Sahara Barat

Menteri Solidaritas Sosial dan Inklusif, Verónica das Dores. Foto Tatoli/Egas Cristovão

DILI, 28 februari 2024 (TATOLI)— Menteri Solidaritas Sosial dan Inklusif, Verónica das Dores menyerukan penentuan nasib sendiri bagi Sahara Barat dan menegaskan dukungan untuk solusi dua negara Israel dan Palestina atas konflik di jalur Gaza.

Hal ini disampikan oleh Menteri Verónica dalam pertemuan Tingkat Tinggi sidang ke-55 Dewan HAM (Hak Asasi Manusia) PBB, yang berlangsung di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pada selasa (27/02/2024).

Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah badan antar pemerintah dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang bertugas untuk memperkuat pemajuan dan perlindungan HAM di seluruh dunia serta menangani situasi pelanggaran hak asasi manusia dengan membuat rekomendasi atas isu-isu tersebut.

Berita terkait : Bahas isu HAM, Menteri Adaljiza bertemu Perwakilan Sahara Barat dan Namibia

Dalam pidatonya, Menteri Verónica menyatakan bahwa  kemajuan dan perlindungan hak asasi manusia adalah prinsip-prinsip panduan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Timor-Leste dan menekankan pentingnya kerja sama yang berarti antara Negara-negara dan para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama dalam menjamin penikmatan hak asasi manusia bagi semua orang.

Sesuai laporan dari laman resmi Pemerintah Timor-Leste, Menteri Veronica menekankan komitmen pemerintah terhadap kesetaraan dan hak-hak penyandang disabilitas, dan mencatat bahwa tahun sebelumnya, Timor-Leste menjadi Negara Pihak pada Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan berkomitmen untuk membentuk Dewan Disabilitas Nasional pada tahun 2025.

Mengambil kesempatan itu, Menteri Veronica meminta perhatian Dewan PBB terhadap situasi yang dihadapi oleh Rakyat Sahara Barat.

“Menyesalkan kurangnya kemajuan dan meminta untuk memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” pintanya.

Ia juga menyatakan keprihatinan mendalam Pemerintah Timor-Leste mengenai situasi kemanusiaan yang sangat buruk di Jalur Gaza, dan menekankan pentingnya melindungi semua penduduk sipil sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional.

“Dalam hal ini, saya mengulangi posisi Timor-Leste yang mendukung solusi dua negara,” katanya.

Verónica das Dores juga membuat komitmen untuk memperkuat upaya-upaya dalam meningkatkan hak-hak perempuan dan anak perempuan, dengan memerangi diskriminasi dan kekerasan serta menyatakan bahwa Timor-Leste memberikan penekanan khusus pada pembelaan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Menteri Solidaritas Sosial itu mengakhiri pidatonya dengan menyatakan bahwa Timor-Leste, dengan pengalamannya dalam membangun kembali negara yang dilanda perang menjadi negara yang tangguh dan demokratis yang mempromosikan hak asasi manusia untuk semua orang.

Berita terkait : PN setuju rancangan resolusi solidaritas untuk Sahara Barat

Ia berharap untuk dapat terus mengandalkan dukungan yang tak ternilai untuk pencalonan Timor-Leste sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia untuk periode 2027-2029, yang memungkinkan untuk membawa pengalaman Timor-Leste ke Dewan Hak Asasi Manusia. 

Sementara, Sahara Barat adalah panggung pertikaian pos-kolonialisme yang masih bertahan di utara Afrika. Ketika Spanyol mengakhiri kekuasaannya pada 1975, menyusul perang kemerdekaan melawan etnis Sahrawi, Maroko mengirimkan 20.000 tentara dan memicu perang yang berlangsung selama beberapa tahun.

Etnis Sahrawi bertempur di bawah bendera Front Polisario yang didukung oleh jiran Maroko, yakni Aljazair dan Libya. Kedua negara, terutama Aljazair, secara rutin memasok senjata dan perlengkapan perang bagi Front Polisario.

Namun sejak gencatan senjata 1991, Maroko menguasai hampir 80% wilayah Sahara Barat, sementara sisa wilayah di sepanjang perbatasan dengan Aljazair dikuasai Republik Arab Sahrawi.

Eskalasi terbaru  terjadi di Guerguerat yang terletak di perbatasan selatan. Di sini Maroko membangun jalur bebas hambatan menuju Mauritania sebagai koridor perdagangan. Namun keberadaan pos tersebut dinilai mencederai perjanjian gencatan senjata.

Sementara itu, Pasukan Sahrawi hanya membela diri dan merespon pasukan Maroko yang berusaha menggeser tembok perbatasan yang menandai garis demarkasi di bawah perjanjian 1991.

Reporter  : Cidalia Fátima

Editor      : Armandina Moniz

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!