DILI, 01 agustus 2022 (TATOLI)— Direktur Regional, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) Asia Tenggara, Poonam Khetrapal Singh mengungkapkan sejak januari 2022 hingga juli ini tercatat 78 negara telah dilaporkan teridentifikasi kasus cacar monyet, lima diantaranya meninggal dunia.
“Dari januari hingga juli 2022, lebih dari 19.000 kasus cacar monyet yang mungkin dan dikonfirmasi laboratorium dan telah dilaporkan ke WHO. Dimana setidaknya 78 negara di enam wilayah WHO, termasuk Wilayah Asia Tenggara yang teridentifikasi kasus cacar monyet dan lima orang meninggal dunia,” ungkap Poonam Khetrapal Singh dalam siaran pers yang diakses, TATOLI hari ini.
Cacar monyet dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, termasuk demam, ruam, dan pembengkakan kelenjar getah bening, yang dapat dengan mudah dikacaukan dengan gejala penyakit lain, seperti cacar air, campak, dan infeksi kulit bakteri.
Berita terkait : WHO imbau semua negara di Asia tingkatkan pengawasan penyakit cacar monyet
Dalam kebanyakan kasus, gejala mereda dalam beberapa minggu. Namun, dalam beberapa kasus terutama pada bayi yang baru lahir, anak-anak dan orang-orang dengan kekurangan imun yang mendasarinya serta terinfeksi dapat menyebabkan komplikasi medis dan bahkan kematian.
“Sejak januari hingga sekarang terdapat, lima orang yang meninggal dunia akibat cacar monyet. Kasus itu telah dilaporkan ke WHO,” katanya.
Dikatakan, semua negara di kawasan harus memperkuat kapasitas kesiapsiagaan dan respons, serta membangun serangkaian tindakan prioritas, sementara WHO terus berkoordinasi dan mendukung penelitian global serta akses yang adil ke fasilitas kesehatan utama seperti vaksin dan perawatan, berdasarkan risiko dan kebutuhan kesehatan masyarakat.
Berita terkait : 28 negara anggota laporkan terinfeksi penyakit monkeypox, Asia tidak termasuk
Dengan strategi yang tepat, wabah multi-negara ini dapat dihentikan secara global. Untuk mencapai tujuan itu, WHO akan terus mendukung semua negara di kawasan, memastikan tanggapan yang terkoordinasi, dan yang secara aktif memerangi stigma dan melindungi mereka yang rentan.
Reporter: Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz