DILI, 02 september 2024 (TATOLI)— Perdana Menteri, Kay Rala Xanana Gusmão menghadiri Forum Indonesia-Afrika (IAF) 2024 yang diselenggarakan pada tanggal 01 – 03 september 2024 di Bali, Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Perdana Menteri, Xanana Gusmão juga memberikan pidatonya dalam Sesi pertemuan Pemimpin Bersama Forum Tingkat Tinggi tentang Kemitraan Multipihak.
“Saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Indonesia atas keramahtamahannya dan atas penyelenggaraan forum penting ini. Saya juga memuji Indonesia atas peran pentingnya dalam mendukung Kerja Sama Selatan-Selatan,” ungkap PM Xanana dalam pertemuan di Pusat Kovensi Internasional Bali (BICC -inggris), senin ini melalui siaran pers yang diakses Tatoli, selasa ini.
Pada tahun 1955, Indonesia mempertemukan negara-negara berkembang untuk pertama kalinya di Konferensi Bandung, menyatukan negara-negara di belahan bumi selatan dalam mengejar kepentingan bersama dan berdiri teguh dalam mempertahankan kedaulatan mereka.
Sejak saat itu, negara-negara selatan telah memastikan bahwa prinsip-prinsip yang diabadikan dalam semangat Bandung dijalin ke dalam perjanjian internasional dan kerangka kerja sama multilateral.
Baru tiga hari yang lalu, Timor-Leste merayakan ulang tahun ke-25 Referendum, di mana rakyat Timor-Leste menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Timor-Leste merasa terhormat untuk menandai tonggak penting ini dengan kehadiran Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, dan teman-teman internasional.
“Kami bangga telah mendirikan Negara demokrasi yang dinamis dengan masyarakat yang bebas dan terbuka. Satu pelajaran penting yang telah kita pelajari dari sejarah kita adalah kekuatan besar kerja sama antara negara-negara rapuh. Kami memahami bahwa pembangunan tidak dapat dicapai tanpa perdamaian. Itulah sebabnya Timor-Leste memprakarsai pembentukan g7+, sebuah kelompok yang terdiri dari 20 negara rapuh yang berkomitmen untuk saling mendukung dalam mencapai ketahanan dan perdamaian,” ungkapnya.
Menurutnya, saat ini, dunia menghadapi kekacauan termasuk tantangan besar kemiskinan global, ketidaksetaraan, konflik, dan perubahan iklim. Penting untuk menyadari bahwa semua tidak dapat mengatasi masalah ini sendirian.
Semua harus mengeksplorasi model kemitraan dan kerja sama baru untuk mendukung Negara-negara Kurang Berkembang dan Negara-negara Kepulauan Kecil Berkembang, dan semua harus memastikan bahwa kemitraan multipihak kita menghormati kedaulatan, solidaritas, dan Semangat Bandung.
“Sebagai penutup, saya ingin sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Indonesia atas penyelenggaraan sesi ini. Bersama-sama, kita dapat membentuk kembali agenda pembangunan global, membuka potensi penuh Global South, dan membangun sistem internasional yang benar-benar melayani kebutuhan semua bangsa,” ucapnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan konferensi menyoroti empat aspek penting dalam upaya mencapai pembangunan yang lebih adil dan inklusif, khususnya bagi negara-negara maju.
“Kita memerlukan visi baru, strategi baru, dan taktik baru untuk mencapai pembangunan yang adil dan inklusif. Oleh karena itu, saya ingin menekankan empat hal utama,” kata Jokowi.
Poin pertama, target pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) harus menjadi fokus utama dalam pembangunan global. Kedua, komitmen Indonesia untuk berpartisipasi dalam solusi global dan memperjuangkan kepentingan negara-negara Selatan.
Di sini Indonesia akan bertindak sebagai jembatan untuk mendorong kesetaraan, keadilan dan solidaritas untuk mempercepat implementasi SDGs.
Ketiga, kesiapan Indonesia untuk menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, khususnya dengan kawasan Afrika, menjadi kunci agenda pembangunan global. Keempat, Kepala Negara RI menyerukan perlunya menghidupkan kembali solidaritas global untuk memperkuat kerja sama negara Selatan-Selatan dan meningkatkan kerja sama Utara-Selatan.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz