DILI, 02 juli 2024 (TATOLI)— Dalam sebuah upacara yang disebut Konsistori Umum Biasa, Paus Fransiskus dan para Kardinal yang tinggal di Roma secara resmi menyetujui Kanonisasi Carlo Acutis, bersama dengan 14 orang lainnya pada hari senin, 01 juli 2024 di Vatikan.
Carlo Acutis sendiri adalah seorang perancang web berusia 15 tahun asal Italia akan menjadi santo pertama Gereja Katolik dari generasi milenial.
Dikutip dari Vatican News, Kolese para Kardinal berkumpul dengan Paus Fransiskus pada senin pagi di Istana Apostolik Vatikan untuk menghadiri Konsistori Umum Biasa.
Paus memimpin para Kardinal yang tinggal di Roma untuk berdoa Liturgi Tengah Malam sebelum mereka melanjutkan untuk meninjau penyebab Kanonisasi beberapa Beato.
Kardinal Marcelo Semeraro, Prefek Dikasteri untuk Sebab-sebab Orang Kudus, menyampaikan laporan singkat dalam bahasa Latin disebut Peroratio tentang kehidupan dan mukjizat 15 orang yang sedang dipertimbangkan, yang kemudian Konsistori memberikan suara dan menyetujui kanonisasi mereka.
Paus Fransiskus dan Konsistori Kardinal memilih untuk menyetujui kanonisasi Santo pertama dari Generasi Y, yaitu mereka yang lahir antara tahun 1981 dan 1996, yang umumnya dikenal sebagai generasi milenial.
“Beato Carlo Acutis kemungkinan akan dinyatakan sebagai Santo selama Yubileum 2025, mungkin bersama dengan kanonisasi lainnya,” sebut laman resmi tersebut.
Lahir dari orang tua Italia di London, Inggris, pada tahun 1991, Beato Carlo adalah seorang desainer web yang meninggal karena leukemia pada usia 15 tahun di Monza, Italia. Ia dikenal karena devosinya terhadap mukjizat Ekaristi dan penampakan Bunda Maria, yang ia kumpulkan dalam sebuah situs web yang ia rancang.
Menurut Peroratio, Beato Carlo “ramah dan peduli kepada yang paling miskin, dan dia membantu para tunawisma, orang miskin, dan imigran dengan uang yang dia tabung dari uang saku mingguannya.”
Beato Carlo Acutis
Carlo Acutis, remaja Italia kelahiran Inggris yang memiliki bakat komputer luar biasa yang akan menjadi santo milenial pertama dalam Gereja Katolik.

Beato Carlo Acutis. Foto google
Melalui sumber CCN, BBC dan The Conversation pada laman resmi Kompas.com menyebutkan Paus Fransiskus telah mengakui mukjizat kedua yang dikaitkan dengan Acutis, seorang gamer dan pemrogram komputer yang meninggal karena leukemia tahun 2006, pada usia 15 tahun. Semasa hidupnya, Acutis menggunakan keterampilan teknologinya untuk menyebarkan kesadaran akan iman Katolik, termasuk membuat situs web yang mendokumentasikan mukjizat.
Dua Mukjizat Para calon santo/santa atau orang kudus dalam Gereja Katolik biasanya perlu memiliki dua mukjizat yang dikaitkan dengan mereka sebelum mereka dapat dikanonisasi atau dinyatakan sebagai orang kudus.
Mukjizat terbaru yang dikaitkan dengan Acutis berkaitan dengan laporan penyembuhan seorang gadis dari Kosta Rika, Valeria Valverde (21 tahun), yang menderita pendarahan otak akibat cedera kepala setelah terjatuh dari sepeda di Florence, Italia, tempat dia belajar.
Kecelakaan itu terjadi pada Juli 2022. Harapan Valeria untuk bertahan hidup sudah hampir nol. Menurut laporan Vatican News, ibu Valeria, yaitu Liliana, berziarah ke makam Acutis di Asisi dan berdoa sambil meninggalkan surat dengan harapan agar putrinya sembuh.
Pada hari itu juga, Liliana mendapat kabar dari rumah sakit tempat Valeria dirawat bahwa putrinya tiba-tiba kembali bernapas. “Hasil pemindaian menunjukkan bahwa perdarahan telah hilang dan pada 11 Agustus, perempuan itu dipindahkan ke terapi rehabilitasi. “Setelah hanya seminggu, jelas bahwa pemulihan total tinggal selangkah lagi,” tulis Vatican News sebagaimana dikutip BBC.
Acutis dibeatifikasi dan dinyatakan sebagai “beato” setelah mukjizat pertamanya tahun 2020. Mukjizat pertama Acutis dikaitkan dengan kesembuhan seorang anak laki-laki dari Brasil yang memiliki cacat lahir di pankreasnya yang membuatnya tidak dapat makan secara normal.
“Influencer Tuhan” Acutis lahir di London, Inggris, tahun 1991. Dia kemudian pindah ke Milan, Italia, bersama keluarganya. Meskipun orangtua Acutis tidak beragama, iman anak laki-laki itu dipupuk oleh pengasuhnya yang berasal dari Polandia. Acutis meninggal di Italia tahun 2006, pada usia 15 tahun, karena leukemia promyelocytic akut (M3). Acutis jatuh sakit pada 2 Oktober 2006, dan awalnya dianggap hanya terserang flu. Namun kondisinya memburuk dan ia didiagnosis menderita leukemia.

Pada 10 Oktober 2006, Acutis meminta untuk diberi sakremen minyak suci dan sakramen ekaristi. Dia merasa yakin dirinya akan segera meninggal. Keesokan harinya, dia mengalami koma karena pendarahan otak. Dia dinyatakan meninggal secara klinis pada jam 5 sore, dan jantungnya berhenti berdetak sekitar dua jam kemudian. Meskipun hidupnya singkat, ia meninggalkan warisan yang luar biasa terkait komitmennya terhadap iman dan kemampuannya untuk memadukannya dengan kecintaannya terhadap teknologi informasi, yang membuatnya mendapatkan gelar “Rasul Siber Ekaristi.”
Acutis memiliki minat besar terhadap komputer dan dilaporkan belajar coding secara otodidak di usia muda. Dia terkenal karena meluncurkan situs yang mendokumentasikan setiap mukjizat Ekaristi yang dilaporkan. Situs tersebut diluncurkan beberapa hari sebelum kematiannya. Setelah dia meninggal, Acutis diberi julukan “influencer Tuhan” karena aktivitasnya yang berhubungan dengan teknologi dan internet. Saat berbicara tentang Acutis tahun 2020, Paus Fransiskus membahas tentang karakteristik anak muda yang ia kagumi itu, tentang nilai-nilai yang ingin dicita-citakan oleh seluruh umat Katolik, terutama generasi muda.
Menurut Paus, Acutis tidak “berleha-leha dalam kemapanan yang nyaman” selama hidupnya, tetapi justru “memahami kebutuhan zamannya” dan beradaptasi, sambil tetap percaya bahwa “kebahagiaan sejati ditemukan dengan mengutamakan Tuhan”.
Pernyataan itu dapat menjadi ringkasan dari sikap Paus Fransiskus terhadap perubahan dan adaptasi di dalam gereja, dalam keterlibatannya dengan dunia modern.
Calon santo baru ini selaras dengan pendekatan berkelanjutan gereja terhadap isu-isu seputar AI, sains dan teknologi, yang menurut Paus Fransiskus harus digunakan demi martabat manusia dan pembangunan manusia.
Ketika Paus Fransiskus menulis tentang potensi bahaya teknologi dan media sosial dalam nasihatnya, Christus Vivit, pada tahun 2019, ia menyebut Acutis sebagai contoh orang muda yang “tahu bagaimana menggunakan teknologi komunikasi baru untuk menyebarkan Injil, untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan keindahan”.
Proses kanonisasi Acutis dapat menjadi awal dari era baru dalam gereja yang menghadapi tantangan era digital. Tetapi Acutis belum menjadi santo. Paus Fransiskus pertama-tama masih akan mengadakan pertemuan dengan para kardinal untuk membahas kanonisasi.
Setelah disetujui, tanggal dapat ditetapkan untuk misa kanonisasi dan setelah itu pengakuan resmi sebagai santo di seluruh Gereja Katolik, Acutis akan menjadi model kesucian di era digital.

Acutis yang dianggap sebagai generasi milenial karena ia lahir antara awal tahun 1980an dan pertengahan 1990an dan dikenang oleh teman dan keluarganya karena gemar bermain video game seperti Halo, Super Mario, dan Pokémon. Kisahnya dipandang bermanfaat bagi Gereja Katolik dalam upayanya untuk terhubung lebih baik dengan generasi muda di era digital.
14 Orang Kudus baru juga akan dituliskan dalam Daftar Orang Kudus
Selain itu, disebutkan juga, bahwa nama-nama 14 Orang Kudus baru juga akan dituliskan dalam Daftar Orang Kudus pada hari Minggu, 20 Oktober 2024.
Salah satunya kelompok terbesar dari para Orang Kudus baru menjadi martir di Damaskus, Suriah, pada tahun 1860 dan dikenal sebagai “Martir Damaskus”.
Mereka termasuk Pater Manuel Ruiz López, OFM, 7 orang pendampingnya, dan saudara-saudara Abdel Moati, Fransiskus, dan Raphael Massabki, tiga orang awam Maronit.
Kesebelas orang tersebut dibunuh karena kebencian terhadap agama selama Perang Saudara Suriah tahun 1860, yang menyebabkan ribuan orang Kristen terbunuh di Suriah Utsmaniyah oleh milisi Muslim.
Menurut Peroratio, Massabki bersaudara dan 8 orang Fransiskan dibunuh pada malam hari tanggal 09 Juli 1860, ketika mereka sedang berdoa di dalam gereja Fransiskan di Damaskus.
Dua orang Italia – Pater Giuseppe Allamano dan Sr. Elena Guerra juga disetujui untuk dikanonisasi. Pater Allamano mendirikan Misionaris Consolata pada tahun-tahun awal abad ke-20. Sr. Guerra mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan anak perempuan dan mendirikan Oblat Roh Kudus pada akhir abad ke-19.
Konsistori juga menyetujui kanonisasi seorang religius kelahiran Kanada, Sr. Marie-Léonie Paradis (lahir dengan nama Virginie-Alodie Paradis), yang mendirikan Suster-suster Kecil Keluarga Kudus pada awal abad ke-20.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz