DILI, 05 maret 2024 (TATOLI)—Perdana Menteri, Kay Rala Xanana Gusmão meminta masyarakat internasional dan aktivis hak asasi manusia untuk memyerukan dukungan pada perjuangan penduduk Myanmar untuk mendapatkan kebebasan dan membangun pemerintahan yang demokratis dengan menghentikan pemberontakan junta militar.
Dalam siaran pers yang diakses Tatoli, menyebutkan, Kepala Pemerintah menyampaikkan posisi Timor-Leste pada Sekretaris Jenderal PBB termasuk Kepala Negara dan Pemerintah dari ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) untuk mengimplementasikan kesepakatan “P5” (five-point consensus) yang ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN pada 2021 untuk menyelesaikkan masalah etnis dan junta militar di Myanmar.
Berita terkait : Fortify Rights minta dukungan Presiden Horta terkait isu HAM di Myanmar
“Saya meminta junta militar untuk menghormati prinsip demokratis, kebebasan dan keinginan penduduk Myanmar. Menurut pengalaman kami, nilai dari dialog dan demokrasi, kami tahu pentingnya solidaritas internasional untuk mendukung mereka merealisasikan mimpinya,” jelas PM Xanana selama Perrtemuan Komunitas Myanmar yang dilakukan di ruang United Workers Union, Melbourne, Austrália.
Dalam pertemuan ini, PM Xanana juga mengenalkan layanan g7+ untuk komunitas Myanmar. g7+ adalah kelompok 20 negara rapuh dan pasca konflik dari Afrika, Asia, Timur Tengah, dan Pasifik. g7+ mempertahankan hak rakyat Myanmar di PBB untuk meningkatkan ketahanan dan stabilitas Negara.
Karena g7+ memiliki status sebagai pengamat di PBB, ia memanfaatkan hal itu untuk menyajikan perspektif kolektif tentang agenda dan layanan PBB.
Di tempat yang sama, Perwakilan Pemerintah Satuan Nasional Myanmar di Australia, Tun Aung Shwe, mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri dan rakyat Timor-Leste yang telah memberikan dukungan untuk memutuskan junta militer di Myanmar.
Berita terkait : Bertemu Jaksa ICC, Horta minta dukungan investigasi pada situasi Myanmar
“Atas nama rakyat Myanmar, saya menyampaikkan rasa terima kasih kepada Pemimpin Timor-Leste dan kepemimpinan baru di Timor-Leste yang telah memberikan banyak waktu untuk mendukung perjuangan kami untuk mengembalikan demokrasi dan hak asasi manusia kami,” kata Tun Aung Shwe.
Junta militer yang terjadi pada februari 2021 sampai sekarang telah menimbulkan kekerasan terhadap masyarakat Myanmar dengan dilaporkan 4.500 orang tewas. Militer juga menahan 26.000 warga sipil tanpa alasan dan sekarang sekitar 20.000 orang masih berada di penjara bersama Konsiler Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi dan Pemimpin Win Myint.
Dalam menghadapi masalah ini, warga Myanmar mendeklarasikan untuk mengambil langkah-langkah segera untuk menghentikan kekerasan oleh junta militer dan mendesak pengakuan dan dukungan atas pemerintah nasional yang bersatu. Sebagai pemerintah yang sah, mereka akan mewakili rakyat Myanmar untuk mencapai kedamaian, cinta dan menciptakan pemerintahan yang kuat.
Rakyat Myanmar juga meminta kepada Junta Militer untuk memberikan kebebasan kepada tahanan politik seperti Aung San Suu Kyi dan warga sipil yang tidak bersalah. Ia memohon kepada komunitas internasional untuk mengambil tindakan dan menerapkan embargo senjata terhadap aktivitas militer yang dilakukan oleh junta militer.
Selain itu, rakyat Myanmar juga mengutuk keras undang-undang wajib militer yang diberlakukan oleh junta militer pada tanggal 10 februari 2024 yang memaksa para pemuda untuk bertugas di militer selama masa darurat yang berlangsung terus menerus dan melanggar hak asasi manusia rakyat.
Berita terkait : Horta hadiri konferensi solidaritas global untuk masyarakat Rohingnya Myanmar
Sementara itu, Asisten Sekretaris Dewan Serikat Dagang Australia (ACTU), Joseph Mitchell, mengucapkan terima kasih atas kemampuan untuk mengorganisir pertemuan dengan masyarakat Myanmar dengan dukungan aktivis hak asasi manusia di Australia dan mendengar intervensi yang baik dari Perdana Menteri, Kay Rala Xanana Gusmão.
Setelah mengikuti pertemuan tersebut, Kepala Pemerintah Xanana mengambil foto bersama komunitas Myanmar yang membawa foto Konselor Negara Myanmar, Aung Suu Kyi, untuk menyatakan solidaritas mereka.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz