DILI, 21 februari 2024 (TATOLI)—Fraksi pemerintah dari Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor-Leste (CNRT) dan Partai Demokrat (PD) hari ini menyetujui keputusan Pengadilan Tinggi (TR) tentang undang-undang pemberian pengampunan dan pengurangan hukuman itu inkonstitusional.
Wakil Ketua CNRT dan Ketua Komisi A, yang menangani masalah Konstitusi dan Keadilan, Patrocínio Fernandes, menerima keputusan Pengadilan Tinggi atas Prosedur Pemberian Pengampunan dan Peringanan Hukuman itu inkonstitusional.
“Saya terima putusan TR mengenai inkonstitusionalitas pemberian pengampunan dan pengurangan hukuman. Parlemen Nasional hanya menjalankan fungsinya sebagai badan legislatif dalam pembuatan undang-undang dan TR memiliki kompetensi untuk menafsirkan UU tersebut sesuai dengan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste atau tidak. Untuk alasan ini, komisi A menerima keputusan TR dan saya tidak memiliki posisi lain,ˮ kata Anggota Parlemen tersebut dalam pernyataannya kepada wartawan di Parlemen Nasional.
Iha mengatakan pasal-pasal yang dinyatakan inkonstitusional oleh TR itu, Presiden Republik tidak akan menggunakan pasal-pasal tersebut untuk mengampuni para narapidana di masa mendatang.
Ketika ditanya apakah Parlemen Nasional akan merubah pasal-pasal yang inkonstitusional tersebut, iha mengatakan bahwa ia tidak ingin berkomentar mendahului yang lain.
Sementara itu, Ketua Fraksi PD, Manuel de Henrique de Noronha, mengatakan pihaknya tidak menentang keputusan Pengadilan Tinggi mengenai undang-undang pengampunan itu.
Pengadilan Tinggi (TR -tetun) menyatakan tidak konstitusional bagian dari aturan yang terkandung dalam no. 1 Pasal 9 Undang-Undang 20/2023, tanggal 12 Desember pada selasa (20 februari 2024) kemarin.
Diketahui UU tersebut memungkinkan Presiden Republik untuk memutuskan pemberian pengampunan dan pengurangan hukuman setelah jangka waktu lima hari berlalu.
Pengadilan Tinggi nyatakan UU pengampunan inkonstitusional
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (TR -tetun) telah menyatakan aturan yang tertera dalam no. 1 Pasal 9 Undang-Undang 20/2023, tanggal 12 Desember, yang memberikan wewenang kepada Presiden Republik untuk memutuskan pemberian pengampunan dan pengurangan hukuman setelah jangka waktu lima hari itu inkonstitusional.
Sebelumnya Presiden Republik, Ramos Horta, telah membrikan pengampunan Emília Pires dan Madalena Hanjam, karena terlibat dalam kesepakatan bisnis, berdasarkan Undang-Undang tentang Prosedur Pemberian Pengampunan dan Peringanan Hukuman.
“Saya memberikan pengampunan berdasarkan fakta-fakta yang selalu saya analisis dengan hati-hati. Saya mengetahui kasus Emília Pires dan Madalena Hanjam dengan sangat baik sesuai dengan undang-undang baru yang disahkan oleh para anggota parlemen sesuai dengan konstitusi. Kasus Emília Pires belum terselesaikan selama sepuluh tahun. Itulah mengapa gagasan ‘keadilan yang tertunda, keadilan yang ditolak’ sesuai dengan pengampunan ini,” kata Presiden Horta.
Pemberian pengampunan itu telah menuai banhyak kritikan dari pihak fraksi oposisi di parlemen terhadap keputusan Presiden Ramos Horta karena tidak menghargai sistem peradilan di Timor-Leste.
“Pengesahan undang-undang ini melemahkan sistem peradilan di negara kita yakni tak mengindahkan putusan pengadilan, dalam hal ini putusan Pengadilan Distrik Dili,” katak anggota parlemen fraksi oposisi FRETILIN, Joaquim dos Santos.
Berdasarkan ketentuan Pasal 150 (e) Konstitusi RDTL itu, pihak oposisi yang terdiri dari 23 anggota parlemen dari FRETILIN dan PLP desak Pengadilan Tinggi untuk menyatakan bahwa beberapa pasal dalam Undang-Undang tentang Pengampunan dan Peringanan Hukuman inkonstitusional karena melanggar prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan dan persamaan.
Menyusul keputusan Pengadilan Tinggi, di mana beberapa pasal dalam undang-undang tersebut dinyatakan inkonstitusional dan oleh karena itu tidak dapat diberlakukan, anggota parlemen FRETILIN Joaquim Freitas mengatakan:
“Jika Presiden Republik ini memang seorang negarawan, ia harus mencabut kembali keputusan pengampunan terhadap Emília Pires dan Madalena Hanjam,” pinta Joaquim dos Santos.
Reporter : Cidalia Fátima/Domingos Piedade Freitas (Penerjemah: Cidalia Fátima)
Editor : Isaura Lemos de Deus/Cancio Ximenes