iklan

POLITIK, DILI, HEADLINE, LSM, SOSIAL INKLUSIF

SEII dan LSM bahas RAN  dalam Kekerasan Berbasis Gender  

SEII dan LSM bahas RAN  dalam Kekerasan Berbasis Gender  

Sekretaris Negara untuk Kesetaraan dan Inklusif (SEII), bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membahas dan mengumpulkan ide-ide yang relevan untuk menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) tahun 2021-2026. Foto Tatoli/ Egas Cristóvão

DILI, 15 november 2021 (TATOLI) – Sekretaris Negara untuk Kesetaraan dan Inklusif (SEII), bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  membahas dan mengumpulkan ide-ide yang relevan untuk menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) tahun 2021-2026, guna mengatasi masalah Kekerasan Berbasis Gender (GBV-Gender Based Violence) di Timor-Leste (TL).

“Kami akan mengidentifikasi hal-hal penting untuk dimasukan dalam Rencana Aksi Nasional Kekerasan Berbasis Gender.  Melalui diskusi ini, kita akan menemukan beberapa langkah penting yang selama ini dilakukan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)  dalam memerangi GBV dan LSM juga akan memberikan rekomendasi untuk RAN,” kata Direktur Nasional SEII, Maria Filomena Babo Martins  kepada wartawan di Aula Delta Nova,  Dili, senin ini.

Menurutnya, TL perlu meninjau RAN tahun 2021-2026 guna mengatasi masalah GVB. Karena itu, SEII melakukan konsultasi dengan semua entitas terkait, seperti anggota pemerintah, masyarakat sipil dan lainnya.  Tujuannya untuk mengumpulkan ide-ide penting dalam memerangi GBV. Pasalnya, berdasarkan laporan SII tahun 2020 menunjukkan bahwa  lebih dari 1.319 perempuan telah mengalami kekerasan berbasis gender.

Sementara itu, Konsultan Rencana Aksi Nasional GBV, Marilia Alves, mengatakan   berdasarkan survei LSM Nabilan, sekitar 59% perempuan di TL  mengalami kekerasan dari pasangan intim (IPV) setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka.

“Konsekuensi dan dampak GBV di TL seperti trauma, kerusakan fisik, dan kekurangan mental, kurangnya partisipasi dalam kehidupan publik dan politik, sehingga dibutuhkan lebih banyak dukungan keuangan untuk mengatasi masalah ini, dan mengurangi pengangguran,”kata Marilia.

Dikatakan, sejauh ini norma gender yang berbahaya dan stereotip gender sering digunakan untuk membenarkan kekerasan terhadap perempuan, sehingga penyebab utama kekerasan berbasis gender di negara ini  perlu ditangani secara baik.

“RAN baru diperlukan untuk fokus pada pencegahan, dan solusi strategi yang berkelanjutan,” tambahnya.

Sejumlah LSM lokal dan internasional hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Pradet, Fokupers, ALFeLa TL, Codiva Foundation, Patria, Casa Vida, Men With New Vision, Arquiris, Plan International TL, Care International TL, LSM Belun, Catholic Relief Service (CRC), UN Women (Spotlight), United Nations Population Fund (UNFPA), The Asia Foundation (TAF),  Nabilan, JSMP, PDHJ, Rede Feto, Fokupers, Maries Stopes, Alola Foundation, Hamnasa NGO, GIZ, dan CBRN-TL.

Reporter : Mirandolina Barros Saores

Editor      : Armandina Moniz

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!