DILI, 26 Agustus 2021 (TATOLI) – Perwakilan Koordinador Program Pangan Dunia di Timor-Leste (WFP-TL), Dageng Liu mengatakan, cara pola makan tidak sehat merupakan akar utama penyebab malnutrisi dalam segala bentuk.
Dia menjelaskan, penyebab malnutrisi terdapat dalam segala bentuk seperti kurang gizi dan kelebihan gizi. Karena, tingginya biaya makanan yang sehat dan bergizi seperti daging kaya akan protein, susu, buah-buahan dan sayuran.
“Di TL, biaya harian mendapatkan makanan bergizi sekitar $5.68, sedangkan makanan tidak bergizi hanya $1,64. Menunjukkan harga makanan bergizi tiga kali lebih mahal daripada makanan tidak bergizi. Selain itu, biaya bulanan makanan yang tidak bergizi antara $32-60, sedangkan makanan bergizi antara $158-211 per bulan. Melihat biaya tersebut hanya bisa didapatkan pada keluarga dengan lima orang,” kata Degeng Liu kepada Tatoli, di Dili, kamis ini.
Disebutkan, 15 % hingga 37% keluarga di TL mampu membeli makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan protein dan zat gizi mikro. Sementara, sekitar 63% hingga 85% keluarga tidak mampu membeli makanan sehat.
“2021 adalah tahun khusus karena Sekjen PBB menyerukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sistem Pangan, yang akan diadakan pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada 23 September. Sekjen PBB menetapkan panggung untuk transformasi sistem pangan global dengan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030,” ucap Degeng.
Ia mengatakan, untuk mempromosikan pola makan sehat dan makanan bergizi di negara ini, pada 9 agustus 2021 lalu, Perdana Menteri, Taur Matan Ruak meluncurkan Program Penghargaan Nutrisi Nasional. Program itu bertujuan mempromosikan metode paling canggih untuk diimplementasi di TL . Ini dilakukan untuk mencapai tujuan nasional yang besar guna memberantas kelaparan dan kekurangan gizi, serta Rencana Pembangunan Strategis Nasional (NSDP) dan komitmen yang dibuat Negara dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
“Kami sangat bangga melihat keterlibatan dan komitmen yang kuat dari Pemerintah TL dalam KTT sistem pangan secara keseluruhan ini. TL perlu belajar dari dunia, tetapi juga harus banyak berbagi dengan seluruh dunia,” kata Degeng.
Dia menyebutkan, selama 10 tahun terakhir, angka gizi buruk nasional sudah turun 10 %. Pada 2010 gizi buruk menimpa sekitar 58% penduduk dan pada 2020 sekitar 48% penduduk, terutama pada kelompok yang kurang mampu dan rentan.
Menurut Dageng, data laporan State of Food Insecurity and Nutrition in the World (SOFI), pada tahun 2021 menyebutkan, ada 811 juta orang di dunia menghadapi kelaparan.
Menurut hasil awal Survei Pangan dan Gizi Timor-Leste 2020 menunjukkan peningkatan status gizi anak di bawah lima tahun, dengan penurunan kekurangan gizi dari 50% menjadi 47%. Dari 11% makanan yang dibuang menjadi 9%. Sementara dari 38% mereka yang kurus menurun menjadi 32%. “ Meskipun ada perbaikan, angka kekurangan gizi tetap termasuk yang tertinggi di dunia dan Asia Tenggara.
Mantan Presiden Republik, dan Peraih Nobel Perdamaian, José Ramos-Horta dalam laporan keamanan dan nutirisi menuliskan bahwa, peningkatan gizi berkontribusi pada produktivitas, pembangunan ekonomi, pengurangan kemiskinan, peningkatan intelektual dan kualitas pendidikan, pembangunan sosial, dan pemotongan biaya perawatan kesehatan.
“Dalam 20 tahun terakhir, sejarah menunjukkan bahwa kami telah membuat beberapa kemajuan di beberapa sektor. Tetapi kami belum membuat kemajuan yang signifikan dalam ketahanan pangan dan gizi. Artinya harus mencari solusi untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang merupakan, hal paling penting untuk dilakukan,” kata Horta.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor : Armandina Moniz