iklan

OPINI

Evaluasi Kebijakan Pelayanan Pasien Gangguan Jiwa di Community Health Center Timor Leste: Tantangan dan Solusinya

Evaluasi Kebijakan Pelayanan Pasien Gangguan Jiwa di Community Health Center Timor Leste: Tantangan dan Solusinya

Maximiano Oqui, S.Kep.,Ns. MSc

Oleh:

Maximiano Oqui, S.Kep.,Ns. MSc

Pendahuluan

Pelayanan kesehatan jiwa di Timor Leste telah menjadi isu prioritas dalam beberapa tahun terakhir, terutama dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental. Berdasarkan data terbaru (MdS 2023), jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Timor Leste mencapai 1040 individu dengan berbagai jenis gangguan mental. Community Health Center (CHC), sebagai fasilitas layanan kesehatan primer di tingkat komunitas, memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan perawatan bagi pasien gangguan jiwa. Namun, implementasi pelayanan kesehatan jiwa di CHC masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan sumber daya manusia, infrastruktur, kurangnya pengetahuan Masyarakat serta stigma sosial terhadap penderita gangguan jiwa. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan yang telah diterapkan, identifikasi hambatan yang dihadapi, serta pengembangan solusi yang efektif menjadi langkah krusial dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jiwa di CHC. Dalam konteks ini, National Strategic Plan for the Health Sector 2011–2030 menjadi acuan utama dalam perencanaan dan penguatan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Timor Leste.

Tinjauan Pustaka

Kesehatan jiwa di Timor Leste mulai mendapatkan perhatian lebih besar setelah negara ini merdeka, mengingat dampak sosial dan ekonomi dari berbagai konflik yang terjadi di masa lalu. WHO (2020) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai kondisi yang mempengaruhi pikiran, perasaan, perilaku, serta kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Di Timor Leste, gangguan jiwa sering kali dipandang sebagai masalah yang membutuhkan perawatan medis, baik di rumah sakit maupun di Community Helath Center. (Timor Leste Ministry of Health, 2015).

Kebijakan pelayanan kesehatan jiwa di Timor Leste diatur oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Namun, meskipun sudah ada kebijakan yang mengatur pelayanan kesehatan jiwa, pelaksanaannya di tingkat Community Helath Center masih memiliki tantangan yang cukup besar, terutama dalam hal sumber daya manusia, fasilitas, dan stigma sosial terhadap pasien gangguan jiwa, (Reeves & Davis, 2019).

 Evaluasi Kebijakan Pelayanan Pasien Gangguan Jiwa di CHC (Community Helath Center) Timor Leste

  1. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Jiwa di Community Helath Center Timor Leste

Pemerintah Timor Leste melalui Kementerian Kesehatan telah mengembangkan kebijakan terkait pelayanan kesehatan jiwa di tingkat Community Helath Center. Kebijakan ini menekankan pentingnya pelayanan kesehatan jiwa yang bersifat komprehensif dan berbasis komunitas. CHC diharapkan dapat melaksanakan kegiatan deteksi dini terhadap gangguan jiwa, memberikan terapi dasar, serta merujuk pasien ke rumah sakit jika diperlukan perawatan lanjutan, (Timor Leste Ministry of Health, 2015).

Salah satu kebijakan utama adalah pengintegrasian pelayanan kesehatan jiwa ke dalam sistem pelayanan kesehatan umum di CHC. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pasien gangguan jiwa mendapat perhatian yang seimbang dengan pasien penyakit fisik lainnya, dan tidak ada pemisahan dalam pelayanan kesehatan.

  1. Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan Jiwa di CHC (Community Helath Center) Timor Leste

Walaupun kebijakan sudah ada, implementasinya masih menghadapi sejumlah tantangan yang signifikan:

  • Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM): CHC di Timor Leste masih mengalami kekurangan tenaga medis yang terlatih dalam bidang kesehatan jiwa. Kebanyakan tenaga medis yang bekerja di CHC adalah tenaga medis umum yang kurang memiliki keterampilan dan pengetahuan khusus tentang gangguan jiwa. Keterbatasan jumlah psikiater dan psikolog juga menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan yang memadai bagi pasien gangguan jiwa.
  • Kurangnya pengetahuan Masyarakat dan Stigma Sosial terhadap Gangguan Jiwa: Di Timor Leste, stigma sosial terhadap gangguan jiwa masih sangat kuat serta kurangnya pengetahuan Masyarakat tentang proses pencegahan dan pengobatan. Masyarakat sering mengaitkan gangguan jiwa dengan kepercayaan tradisional atau budaya lokal, yang seringkali berfokus pada pengobatan non-medis. Hal ini membuat pasien gangguan jiwa enggan untuk mengakses pelayanan medis di CHC, karena takut dipandang rendah atau dijauhi oleh Masyarakat. Agar menjauh dari perspektif public yang negative maka beberapa keluarga melakukan pengurungan pasien ODGJ di dalam kamar dan Sebagian diikat supaya tidak berkeliaran.
  • Fasilitas dan Infrastruktur yang Tidak Memadai: Banyak CHC di Timor Leste yang tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menangani pasien gangguan jiwa. Ruang perawatan yang tenang dan aman, serta peralatan medis yang dibutuhkan untuk penanganan gangguan jiwa, sering kali terbatas. Hal ini mengurangi efektivitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
  • Keterbatasan Pembiayaan dan fasilitas: Keterbatasan anggaran juga menjadi salah satu kendala dalam pelayanan kesehatan jiwa. Semua manajemen keuangan terintegrasi di Kementrian Kesehatan, jadi apabila ada kekurangan obat-obatan maka CHC setempat melakukan orderan kepada INFPM (Instituto Nacional de Farmasia e Produtu Medicos) untuk memenuhi kebutuhan di CHC dan Apabila mengalami stockout pada beberapa item obat-obatan di INFPM maka harus menunngu sampai importir obat-obatan tiba di Timor-Leste, hal inilah yang menjadi kendala di CHC untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan, perawatan, dan pelatihan bagi tenaga medis. Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa.
  • Pergantian kepemimpinan pada kepala institusi public : sering kali menyebabkan kevakuman dalam implementasi program kerja karena adanya perbedaan visi, strategi, dan prioritas antara pemimpin lama dan baru. Proses transisi ini dapat menghambat kelangsungan program yang sedang berjalan, terutama jika tidak ada mekanisme yang jelas untuk menjamin kesinambungan kebijakan. Selain itu, birokrasi yang kaku dan kurangnya koordinasi antara pejabat baru dan staf lama dapat memperlambat pengambilan keputusan, mengurangi efisiensi operasional, serta menimbulkan ketidakpastian di kalangan pegawai dan pemangku kepentingan. Dalam beberapa kasus, pergantian kepemimpinan juga dapat menyebabkan perubahan drastis dalam kebijakan, yang berakibat pada pengabaian atau penghentian program yang sebelumnya telah direncanakan atau dilaksanakan, sehingga menghambat pencapaian tujuan institusi.
  • Kurangnya Koordinasi antar Fasilitas Kesehatan: Koordinasi antara CHC dan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya di Timor Leste sering kali tidak berjalan dengan baik. Jika pasien membutuhkan perawatan lanjutan atau spesialis, CHC kesulitan dalam melakukan rujukan yang tepat dan cepat.
  1. Solusi untuk Mengatasi Tantangan dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di CHC (Community Helath Center) Timor Leste sesuai dengan National Strategic plan for the health sector 2011-2030  adalah sebagai berikut:
  • Peningkatan Kualitas SDM: Pemerintah perlu menyediakan pelatihan dan pendidikan lanjutan bagi tenaga medis di CHC terkait dengan penanganan gangguan jiwa. CHC juga perlu merekrut tenaga kesehatan mental seperti psikolog dan psikiater untuk memperkuat pelayanan kesehatan jiwa.
  • Penyuluhan dan Edukasi kepada Masyarakat: Program penyuluhan untuk mengurangi stigma sosial terhadap gangguan jiwa perlu dilakukan secara lebih intensif. Edukasi ini bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat adat, tokoh agama, dan pemimpin komunitas untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai kesehatan jiwa.
  • Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas: CHC perlu meningkatkan fasilitas yang mendukung perawatan pasien gangguan jiwa, seperti menyediakan ruang perawatan khusus dan peralatan medis yang memadai. Selain itu, pengadaan obat-obatan yang diperlukan untuk perawatan pasien gangguan jiwa harus diprioritaskan.
  • Optimalisasi Anggaran: Pemerintah harus memastikan adanya alokasi anggaran pada kementrian kesehatan yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan jiwa di CHC serta fasilitas lainya. Anggaran yang memadai akan memungkinkan fasilitas kesehatan untuk menyediakan perawatan yang lebih baik dan mendukung peningkatan kapasitas tenaga medis.
  • Pentingnya Kepemimpinan yang Tepat dalam Keberlanjutan Program Kesehatan: Untuk memastikan pelaksanaan program pemerintahan yang efektif sebagaimana yang telah ditetapkan dalam National Strategic Plan for the Health Sector, sangat penting untuk menerapkan prinsip the right man in the right place. Memilih atau menetapkan pemimpin berdasarkan keahlian profesional mereka akan memastikan bahwa kebijakan dan inisiatif dapat dijalankan secara efisien dan selaras dengan tujuan sektor kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan sistem transisi yang terstruktur dengan baik serta kebijakan kelembagaan yang dapat menjaga stabilitas dan kelangsungan pelaksanaan program, meskipun terjadi pergantian kepemimpinan.
  • Meningkatkan Koordinasi Antar Fasilitas Kesehatan: CHC perlu membangun hubungan yang lebih erat dengan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di Timor Leste. Koordinasi yang baik akan mempermudah rujukan pasien yang membutuhkan perawatan lanjutan, serta meningkatkan kualitas pelayanan secara keseluruhan.

Kesimpulan

Evaluasi kebijakan pelayanan pasien gangguan jiwa di CHC Timor Leste menunjukkan bahwa meskipun kebijakan telah ada, implementasinya masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal keterbatasan sumber daya manusia, pengetahuan Masyarakat dan stigma sosial, fasilitas, dan pembiayaan. Solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi tantangan ini meliputi peningkatan kualitas SDM, edukasi kepada masyarakat, peningkatan fasilitas, optimalisasi anggaran, dan koordinasi yang lebih baik antar fasilitas Kesehatan serta pentingnya kepemimpinan yang tepat. Dengan penerapan solusi yang tepat, pelayanan kesehatan jiwa di Community Helath Center Timor Leste dapat meningkat, memberikan dampak positif bagi pasien gangguan jiwa dan masyarakat secara keseluruhan.

Penulis seorang dosen di Universitas Nasional Timor Loro’sae dan juga Mahasiswa Program Doktor FKM Universitas Hasanuddin Makassar.

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!