DILI, 13 Februari 2025 (TATOLI) – Alumni Parlemen Pemuda Timor-Leste (APFTL) bersama Organisasi Non-Pemerintah (NGO) internasional OXFAM, menggelar dialog lingkungan hidup yang menyoroti masalah perubahan iklim dan pendanaan iklim di Timor-Leste.
Dialog lingkungan hidup yang menyoroti masalah perubahan iklim dan pendanaan iklim di Timor-Leste itu diadakan di aula Delta Nova, Jumat ini, dengan tema “Financing for a Sustainable Future Strengthening Inclusive Climate Dialogue‘, atau “Pendanaan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan Memperkuat Dialog Iklim yang Inklusif”.
Koordinator Program Kaum Muda, Elizabeth Rita Maria Belo, mengatakan tujuan diadakan dialog ini untuk menjangkau generasi muda yang merasa terdampak akibat perubahan iklim.
“Dialog ini untuk mengetahui beberapa informasi dari Pemerintah terkait dengan isu pendanaan iklim yang telah dijalankan di negara ini,” kata Elizabeth.
Ia mengatakan perubahan iklim bukanlah hal baru, karena banyak orang yang menjadi korban. “Perubahan iklim tidak hanya terjadi secara alami tetapi juga buatan atau disebabkan oleh manusia,” jelasnya.
Country Director Oxfam di Timor-Leste, Pankaj Anand, mengatakan dialog ini sangat penting agar semua orang mengetahui penyebab perubahan iklim di Timor-Leste.
Ia pun meminta pihak berwenang yang berkuasa mengambil keputusan politik untuk berbagi program dan rencana mereka terkait isu perubahan iklim dan bagaimana berkontribusi, sehingga meminimalkan risiko yang berdampak pada masyarakat akibat perubahan iklim.
Sekretaris Negara untuk Kesetaraan (SEI), Elvina Souza Carvalho, meminta untuk saling mengorganisir agar kegiatan reboisasi dan pengelolaan sampah menjadi kegiatan ekonomi.
“Dialog hari ini menunjukkan bahwa kita bersatu untuk melakukan mitigasi dan adaptasi di bidang perubahan iklim,” ujarnya.
Ia mengatakan perubahan iklim adalah situasi nyata yang berdampak pada semua orang. “Perempuan, anak-anak dan orang tua terkena dampak plaing besar dari perubahan iklim,” tambahnya.
Dikatakan, menurut laporan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), kelompok yang paling rentan adalah perempuan dan anak perempuan. “Ketika bencana iklim ekstrem terjadi, perempuan dan anak perempuan empat belas kali lebih mungkin meninggal dunia dibandingkan laki-laki, terutama karena terbatasnya akses terhadap informasi, mobilitas, pengambilan keputusan, dan sumber daya,” paparnya.
Ia menjelaskan, perkiraan masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi karena dampak perubahan iklim adalah perempuan dan anak-anak.
Bencana alam yang yang paling parah terjadi di Dili pada 04 April 2021, dimana menimbulkan banjir yang mengakibatkan kerusakan material dan korban jiwa.
Sementara itu, Timor-Leste sendiri telah menyetujui keputusan undang-undang nomor 26/2012, tertanggal 04 Juli tentang dasar lingkungan hidup dalam pasal 34 pembicaraan tentang perubahan iklim. Dimana, negara harus menerapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim agar mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca ke atmosfer, perubahannya dari waktu ke waktu dan mengurangi dampak negatif perubahan iklim terhadap sistem biofisik dan sosial-ekonomi.
TATOLI