DILI, 24 januari 2024 (TATOLI)— Wabah Chikungunya telah menyerang Timor-Leste. Sejak awal tahun januari 2024 ini, sudah ada 183 pasien yang terjangkit penyakit tersebut.
Pusat Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pelayanan Kesehatan Primer mencatat, sepanjang awal bulan januari hingga saat ini terdapat 183 pasien yang terjangkit penyakit chikungunya.
Direktor Umum Pelayanan Kesehatan Primer di Kementerian Kesehatan, Elisabeth Leto Mau dalam konferensi pers di Palacio das Cinzas, Caicoli Dili, rabu ini, menginformasikan bahwa, hingga saat ini penyakit chikungunha mulai yang terdaftar berjumlah 183 kasus.
Disebutkan, dari 183 kasus tersebut, angka tertingi tercatat di Kotamadya Dili dengan 85 kasus, 78 di Ermera, delapan di Liquica, tujuh di Lautem, lima di Bobonaro dan kotamadya lainnya belum teridentifikasi kasus chikungunya.
“Kemenkes ingin mengaktualisasi situasi epidemiologi di dalam negeri, yang berkaitan dengan situasi kesehatan pada musim penghujan. Karena, nyamuk berkembang biak sangat cepat dan semakin meningkat, sehingga menimbulkan wabah seperti Dengue, Chikungunya dan Zika,” kata Elizsabeth Leto Mau.
Sementara itu, dikatakan untuk kasus Dengue sendiri pada januari 2024 ini, meningkat ke 88 kasus. Dari total kasus itu, 31 tercatat di kotamadya Dili, 25 di Baucau, 28 Bobonaro, satu di Lautem, sembilan di Liquica, dan satu di kotamadya Manatuto.
Ia pun mengungkapkan, untuk pertama kali Timor-Leste, mengidentifikasi Virus Zika pada januari 2024. Virus tersebut menyerang salah satu anak perempuan berusia tujuh tahun dari Ermera. “ Jadi, untuk saat ini tim pengawas dari Kemenkes telah melakukan investigasi untuk mencari penyebab dari kasus tersebut,” jelasnya.
Direktur itu juga menegaskan bahwa dari ketiga wabah itu belum ada laporan kasus serius yang menyebabkan kehilangan nyawa dari pasien.
“Jadi, kami meminta kepada publik untuk tidak panik tentang ketiga wabah tersebut, tetapi, ketahuilah informasi yang benar dari petugas kesehatan sehingga dapat mencegah,” katanya.
Ia pun mengungkapkan, Kemenkes bekerjasama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
Sementara, salah satu Petugas Medis dari WHO, Dokter Dongbao Yu mengatakan pihaknya siap bekerjasama dengan Kemenkes untuk mengurangi penyakit tersebut di Timor-Leste, dengan memberikan dukungan teknis seperti pelatihan kepada para petugas kesehatan, mendukung peralatan pencegahan seperti abate, lakukan fumigasi, memberikan kelambu dan bantuan lainnya.
Tiga penyakit tersebut memiliki gejala yang sama seperti, demam, nyeri pada bagian badan, munculnya bintik-bintik merah, badan terasa nyeri dan terkadang pasien mengeluarkan darah dari hidung.
Sementara, dari laman WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) yang diakses Tatoli, menyebutkan, Chikungunya adalah penyakit yang ditularkan ke manusia oleh nyamuk di Afrika, Asia, dan Amerika. Wabah sporadis telah dilaporkan di wilayah lain.
Demam berdarah dan Zika memiliki gejala yang mirip dengan Chikungunya, sehingga Chikungunya mudah untuk salah didiagnosis.
Chikungunya menyebabkan demam dan nyeri sendi yang parah, yang sering melemahkan dan bervariasi dalam durasi gejala lain termasuk pembengkakan sendi, nyeri otot, sakit kepala, mual, kelelahan, dan ruam.
Menurut WHO, pencegahan infeksi dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk adalah perlindungan terbaik. Pasien yang diduga terinfeksi virus Chikungunya harus menghindari gigitan nyamuk selama minggu pertama sakit untuk mencegah penularan lebih lanjut ke nyamuk, yang pada gilirannya dapat menginfeksi orang lain.
Karena itu, WHO mendukung negara-negara untuk melakukan pengawasan dan pengendalian arbovirus melalui pelaksanaan Inisiatif Arbovirus Global.
WHO menyebutkan, Virus Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Republik Persatuan Tanzania pada tahun 1952 dan kemudian di negara-negara lain di Afrika dan Asia (1 kasus). Wabah perkotaan pertama kali tercatat di Thailand pada tahun 1967 dan di India pada tahun 1970-an (2 kasus).
Virus Chikungunya kini telah teridentifikasi di lebih dari 110 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Penularan telah terputus di pulau-pulau di mana sebagian besar penduduknya terinfeksi dan kemudian menjadi kebal. Namun, penularan sering kali masih terjadi di negara-negara yang sebagian besar penduduknya belum terinfeksi.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor : Armandina Moniz