iklan

INTERNASIONAL, SOSIAL INKLUSIF

UNFPA dan Kemenkeu perkuat data kekerasan berbasis gender di Timor-Leste

UNFPA dan Kemenkeu perkuat data kekerasan berbasis gender di Timor-Leste

Foto google

DILI, 06 desember 2022 (TATOLI)— Dana Populasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) bersama  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Statistik (DGE -portugis) hari ini kembali menggelar seminar untuk memperkuat produksi data tentang kekerasan berbasis gender (GBV) di Timor-Leste (TL).

“Kami sudah melakukan upaya ini sejak 2019, dengan merealisasikan pelatihan di kotamadya  Viqueque, Ermera, Dili dan Bobonaro. Dalam pelatihan tersebut ada tiga metode yang diberikan yaitu tentang menghasilkan data, menggunakan data untuk analisis dan terakhir data tersebut digunakan untuk memfasilitasi pelatihan,” jelas Direktur Jenderal DGE, Elias dos Santos Ferreira di Hotel Novo Turismo, selasa ini.

Seminar ini sendiri akan berfokus pada administrasi data dan mendukung proses pengambilan dan analisis data, serta memungkinkan untuk mendirikan sistem data nasional untuk bekerjasama dengan institusi terkait lainnya.

“Survei Demografi Kesehatan telah dilakukan pada 2016 oleh DGE setiap tiga tahun sekali. Di seminar ini kita meminta kepada para peserta memberikan rekomendasi dan usulan untuk meningatkan survei kita nantinya,” ucap DGE.

Perwakilan UNFPA di Timor-Leste, Pressia Arifin-Cabo mengungkapkan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan adalah masalah besar. Secara global, itu mempengaruhi sekitar satu dari tiga wanita di seluruh dunia di beberapa titik dalam hidup mereka.

“Secara nasional, kekerasan dalam rumah tangga masih ditoleransi di masyarakat dan dianggap sebagai masalah pribadi, karena lebih dari 70% pria dan wanita mengatakan pemukulan terhadap istri dapat dibenarkan, menurut DHS (Daftar Hasil Studi) pada tahun 2016,” ucapnya.

Juga menurut DHS, wanita mengalami tingkat kekerasan fisik yang jauh lebih tinggi. kekerasan seksual jika suaminya mabuk. Kekerasan dilaporkan 75,8% jika suami sering mabuk sedangkan 30% jika suami tidak minum.

“Namun, tanpa data, kita tidak akan mengetahui skala dan dampak kekerasan dalam kehidupan perempuan dan laki-laki di negara kita, apalagi dampak yang jauh lebih besar pada kehidupan perempuan penyandang disabilitas, dan di daerah terpencil,” katanya.

Dikatakan, data memberi bukti nyata tentang besarnya masalah itu. Jadi, membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang di mana kekerasan dalam rumah tangga terjadi, kepada siapa, dan terkadang, bahkan, mengapa.

Pengumpulan data lebih dari sekedar masalah teknis. Mengumpulkan data dapat meningkatkan program dan kebijakan berbasis bukti. Pelacakan data dari waktu ke waktu juga dapat mendukung mereka yang merancang dan menerapkan program untuk mengevaluasi dampak program mereka secara lebih efektif.

Reporter: Cidalia Fátima

Editor    : Armandina Moniz

 

 

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!