iklan

EKONOMI, INTERNASIONAL

Laporan TOMAK dan CRS buktikan teknologi penyimpanan benih tidak sesuai kebutuhan

Laporan TOMAK dan CRS buktikan teknologi penyimpanan benih tidak sesuai kebutuhan

Peluncuran laporan penelitian tentang penyimpanan benih dan biji-bijian di Timor-Leste. Foto Tatoli/Cidalia Fatima

DILI, 12 oktober 2022 (TATOLI)— TOMAK (To’os ba Moris Di’ak) melalui laporannya bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) CRS (Catholic Relief Services) membuktikan 30% petani tidak menggunakan teknologi penyimpanan benih sesuai kebutuhan.

TOMAK (To’os ba Moris Di’ak, atau Bertani untuk Kemakmuran) adalah program mata pencaharian pertanian yang didukung oleh Pemerintah Australia di Timor-Leste.

TOMAK dan LSMCRS melakukan penelitian   pada 609 orang dari enam kotamadya seperti Baucau, Lautem, Manatuto, Ainaro, Bobonaro dan Manufahi.  Tujuannya, adalah untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang praktik penyimpanan benih dan biji-bijian.

“Mereka mengetahui cara menyimpan benih karena itu sudah tradisi dari dulu 91%, tetapi untuk setiap penggunaan teknologi penyimpanan hanya 30% diantaranya yang mengerti akan penggunaan dan selebihnya digunakan tidak sesuai kebutuhan,” jelas Program Manajer Pertanian CRS, Agostinho da Costa Ximenes di kantor Kementerian Pertanian dan Perikanan (MAP -tetun), rabu ini.

Di TL, katanya kerawanan sistem benih merupakan salah satu faktor yang mendasari kerawanan pangan, dengan 36% dari populasi negara ini saat ini mengalami kerawanan pangan kronis dan 15% mengalami kerawanan pangan kronis yang parah.

Lebih dari 80% penduduk TL bergantung pada sektor pertanian untuk mata pencaharian mereka, terutama terlibat dalam pertanian subsisten, Jagung, beras, dan kacang-kacangan adalah beberapa tanaman utama yang,  ditanam oleh petani Timor.

Produksi dan hasil panen sangat terhambat oleh berbagai faktor lingkungan dan petani menghadapi kerugian pasca panen yang tinggi, dengan kerugian tahunan rata-rata jagung diperkirakan sekitar 30%, karena penangganan pasca panen yang buruk dan praktik penyimpanan yang tidak efektif.

Laporan tersebut menyebutkan penggunaan  teknologi penyimpanan benih sangat minim seperti jerigen (18%), silo (30%), drum baja (28%), drum plastik (11%), karung jumbo (23%) dan karung gula (17%).

“Selain ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan, stabilitas merupakan salah satu dari empat pilar ketahanan pangan,” katanya.

Direktur Umum Kerjasama Pengembangan Kelembagaan MAP, César José da Cruz mengakui bahwa hal ini disebabkan oleh banyak petani yang telah menerima fasilitas teknologi penyimpanan benih yang tidak digunakan sesuai kebutuhan.

“Sebenarnya mereka mengerti cara penggunaan tersebut karena pada saat diberikan kita juga melakukan sosialisasi. Tetapi, seperti yang kita ketahui jumlah produksi juga terkadang menurun dan mereka menggunakan semua fasilitas itu untuk kebutuhan lain,” jelasnya.

César José da Cruz mengapresiasi inisiatif LSM CRS dan TOMAK, karena mendukung Pemerintah melalui MAP untuk bisa mengidentifikasikan kesengajaan yang terjadi, dengan begitu program yang akan diiplementasikan bisa dijadikan sebagai referensi.

Reporter: Cidalia Fátima

Editor    : Armandina Moniz

 

 

 

 

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!