iklan

INTERNASIONAL, HEADLINE, SOSIAL INKLUSIF

23 tahun Jajak Pendapat, Presiden Horta: tanpa BJ Habibie tidak ada referendum

23 tahun Jajak Pendapat, Presiden Horta: tanpa BJ Habibie tidak ada referendum

Presiden Republik, José Ramos Horta. Foto Tatoli/António Daciparu

DILI, 30 agustus 2022 (TATOLI)—  Presiden Republik, José Ramos Horta dalam pidatonya pada hari peringatan 23 tahun Jajak Pendapat mengingatkan kembali keputusan mendiang mantan Presiden Republik Indonesia, BJ Habibie sebagai salah satu pengambil keputusan utama dalam referendum untuk Timor-Leste pada 1999.

“Saya dengan hormat menghargai mereka semua. Para pahlawan dan memori dari BJ Habibie. Jika dia tidak ada maka tidak akan dilakukan referendum dan pada waktu itu tentu tidak ada yang bisa menekan sebuah negara untuk memberikan jajak pendapat kepada masyarakatnya,” jelas Presiden  Horta pada perayaan Hari Jajak Pendapat ke-23 di taman 5 de Maio, Colmera, selasa ini.

Ia juga menyebut nama-nama besar lain yang memberikan dukungan penuh pada kemerdekaan Timor-Leste mulai dari masyarakat di dalam negeri sampai para aktivis, wartawan dan pemimpin negara internasional dalam  mendukung proses diplomasi yang dilakukan di luar negeri.

“Semua kejadian yang terjadi di dalam negeri memberi dampak pada politik diplomatik kita di luar negeri. Diplomasi kita hebat dan hari ini kita hidup dalam kedamaian, dengan demikian ekonomi bisa berjalan ke depan,” katanya.

Orang nomor satu di Timor-Leste itu mengakui selama 23 tahun ini negara termuda di Asia itu pun telah membuat kedamaian dan rekonsialisasi nasional tidak hanya dengan Indonesia tetapi dengan Australia dan Amerika Serikat.

Tanggal 30 agustus merupakan hari bersejarah bagi rakyat Timor-Leste. Pada 30 agustus 1999, dikenal dengan referendum atau jajak pendapat yang digelar untuk Timor-Leste yang saat itu dan merupakan bagian dari Indonesia dan bernama provinsi Timor-Timur.

Referendum yang dilakukan di bawah koordinasi PBB memberikan dua pilihan bagi rakyat Timor-Timur, yaitu memilih otonomi khusus sebagai bagian dari Indonesia atau pemisahan dari Indonesia untuk membentuk negara yang baru.

Hasilnya, sebanyak 344.580 penduduk (78,5 persen) dari total penduduk Timor-Timur memilih opsi berpisah dari Indonesia. Hanya 94.388 penduduk (21,5 persen) penduduk yang memilih tawaran otonomi khusus.

Sidang umum MPR pada 19 oktober 1999 kemudian menyetujui hasil referendum ini. Dengan begitu, Timor-Timur resmi lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mengingat peristiwa bersejarah ini, rakyat Timor-Leste merayakannya dengan sejumlah acara resmi setiap tanggal 30 agustus.

Ketua penyelengara, selaku juga Menteri Administrasi Negara, Miguel Pereira de Carvalho, mengatakan Pemerintah merayakan peringatan referendum ke-23 dengan tema “Mai ita hametin pas no estabilidade hodi nune’e ita bele desenvolve ita nia rai Timor-Leste”  (Mari kita menjaga kedamaian dan stabilitas untuk itu dapat membangun tanah air kita Timor-Leste).

“Tema ini untuk mengundang kita melakukan refleksi agar damai dan sejahtera bisa selalu beserta kita. Masyarakat Timor telah meraih mimpinya dalam kemerdekaan dan sekarang kita memiliki tanggung jawab sendiri untuk memerdekakan bangsa ini dari kemiskinan dan membawa ke kemajuan yang lebih baik,” ucapnya.

Dijelaskan perayaan telah dilakukan sejak awal agustus di setiap desa di kotamadya dengan menggelar  berbagai kegiatan mulai dari lomba tradisional hingga olahraga seperti volleyball, basketball dan lainnya.

Selain itu, dilakukan juga misa bersama dan menabur bungga untuk para pejuang di laut di setiap kotamadya, adapaun seminar hingga kuis dimana  didukung penuh oleh sektor swasta.

Reporter: Cidalia Fátima

Editor    : Armandina Moniz

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!