DILI, 13 Januari 2022 (TATOLI) – Kementerian Pertanian dan Perikanan (MAP) melalui Direktorat Kehutanan, Kopi, dan Tanaman Industri meminta kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) untuk mengakui Taman Nasional Nino Konis Santana sebagai warisan dunia.
Direktur Kehutanan, Kopi, dan Tanaman Industri Kementerian Pertanian dan Perikanan (MAP), Raimundo Mau, mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan agar Taman Nasional Nino Konis Santana di Kotamadya Lautem, kepada UNESCO untuk mendapat pengakuan secara internasional.
“Nilai taman nasional kita harus di pertahankan, khususnya Taman Nino Konis Santana. Karena Taman itu berdiri di lahan 170.000 hektar. Taman itu berdiri diantara 40% pesisir pantai dan 60% di pesisir daratan. Jadi, Taman itu bisa dikategorikan warisan dunia,” kata Raimundo kepada Tatoli, di Caicoli, Dili.
Sementara itu, berdasarkan Wikipedia, Taman Nasional Nino Konis Santana adalah taman nasional pertama di Timor-Leste (TL). Taman ini dibentuk pada 3 Agustus 2007, mencakup area seluas 1.236 km². Taman ini menghubungkan beberapa area penting bagi konservasi burung seperti Lore, Gunung Paitchau, Danau Ira Lalaro, dan Pulau Jaco.
Taman ini juga mencakup 556 km² dari Segitiga Terumbu Karang, area bawah laut yang konon berisi keanekaragaman terbesar di dunia. Burung langka yang dilindungi oleh taman ini di antaranya adalah kakatua-kecil jambul-kuning, merpati-hijau timor, merpati-kaisar timor, dan gelatik timor. Taman ini dinamai untuk menghormati Nino Konis Santana, mantan komandan Fretilin, yang lahir di Tutuala, sebuah desa yang terletak di dalam taman nasional.
Bagian dari taman ini pertama kali menjadi cagar pelestarian alam ketika TL masih menjadi bagian dari Indonesia. Ketika negara ini berada di bawah pemerintahan transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2000, daerah ini dinyatakan sebagai “kawasan liar dilindungi” berdasarkan Peraturan Nomor 2000/19.
Setelah kemerdekaan TL pada tahun 2002, bersama dengan penilaian ilmiah Important Bire Area di negara itu, tindakan untuk identifikasi dan deklarasi taman nasional pertama juga dilakukan oleh BirdLife International.
Saat itu, BirdLife International bekerjasama dengan Departemen Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, New South Wales, dan Australian Volunteers International, dengan bantuan keuangan yang diberikan oleh Program Warisan Alam Regional dari Pemerintah Australia, Dana Konservasi Alam Keidanren (Jepang), dan Inisiatif Darwin dari Pemerintah Inggris.
Taman nasional ini juga menghubungkan area-area yang penting bagi konservasi burung yaitu Loré, Gunung Paitchau, Danau Ira Lalaro, dan Pulau Jaco, yang diidentifikasi melalui survei biologis dilakukan oleh BirdLife International setelah Timor Leste merdeka pada tahun 2002, yang meliputi 25.000 hektar dari keseluruhan taman.
Terdapat enam desa di dalam taman nasional ini, termasuk Com, Tutuala, Mehara dan Muapitine, sedangkan Malahara adalah sebuah dusun. Ditemukan beberapa bekas permukiman yaitu Mua Mimiraka, Lo Chami, dan Lori Lata. Pemukiman bertembok ditemukan di Tutuala, Lori Lata, Lopomalai, Ili Mimiraka, Mua Mimiraka, dan Tutun (Tutunca’u).
Hutan dataran rendah yang lembap dan hutan evergreen yang terdapat di area perbukitan adalah jenis vegetasi di taman tersebut, terpisah dari tanah berawa di Danau Ira Lalaro. Daun kering yang berguguran, hutan rawa dan vegetasi pantai juga menggambarkan keberagaman flora di taman nasional tersebut.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor : Armandina Moniz