DILI, 16 desember 2021 (TATOLI)—Sekretaris Eksekutif KNTLU (Komisi Nasional Timor-Leste untuk UNESCO), Francisco Barreto mengatakan konstruksi rumah adat modern yang semakin bertambah akan memberi ancaman pada warisan budaya di Timor-Leste (TL) khususnya untuk menominasikannya di UNESCO Paris.
“Rumah Adat sekarang banyak yang menggunakan bahan modern. Seharusnya untuk menghargai warisan budaya, kita harus tetap menjamin keaslian seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kita,” ungkap Francisco pada Tatoli di kantor KNTLU Infordepe, Balide, Dili, kamis ini.
Menurutnya, konstruksi rumah adat modern ini akan menghambat TL untuk mendaftarkan salah satu warisan tersebut menjadi nominasi warisan budaya milik TL di UNESCO Paris (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/ Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB).
“Jika kita ingin menominasikan atau mendaftarkan untuk mendapatkan pengakuan dari UNESCO dibutuhkan sesuatu yang asli dan konstruksi yang di bangun harus menggunakan bahan lokal,” jelas Francisco.
Ia menginformasikan, proses untuk pendaftaran sendiri dilakukan dengan pengumpulan data tentang rumah adat dari setiap rumah adat di TL, mengambil foto tentang keasliannya serta mengambil video untuk menjelaskan proses pembuatannya.
Melalui data yang sudah dikumpulkan akan dikirimkan pada UNESCO Paris dan tim atau komite bersangkutan akan memberikan nilai dan apresiasi kepada data tersebut untuk memutuskan bila data yang diberikan sesuai dengan kriteria yang ada.
“Nanti kita menampilkan foto dan video agar mereka melihat dan memberi nilai dan apresiasi tetapi jika kita memodifikasi dan menggunakan bahan modern artinya kita tidak memberi nilai pada warisan budaya kita,” sebut Sekretaris Eksekutif KNTLU.
UNESCO hanya berfokus pada warisan budaya yang perlu untuk dilindungi dan tetap menjamin keasliannya dan jika rumah adat dimodifikasi dengan artsitektur modern maka tidak dalam daftar yang harus dilindungi.
Ia meminta kepada masyarakat TL untuk tetap menjamin artsitektur asli dari nenek moyang untuk menghargai warisan budaya tersebut karena arsitektur modern tidak akan memberikan arti apapun selain sebuah bangunan modern.
Sampai saat ini, katanya, KNTLU dan pemerintah sedang dalam proses pendataan, tetapi belum bisa disebutkan total rumah adat yang ada di TL. Sejauh ini karena proses tersebut dihambat oleh pandemi dan bencana yang sebelumnya melanda TL.
Sementara itu, salah satu Ketua Adat dari Atsabe, José Gonçalves yang dihubungi Tatoli melalui telepon mengatakan, rumah adat sekarang menggunakan bahan dan arsitektur modern karena sulitnya bahan lokal yang harus dicari.
Rumah adat biasa yang ada di TL terbuat dari kayu dengan atap yang terbuat dari jerami atau ilalang. Dalam pembuatannya material yang digunakan adalah material yang berasal dari alam sekitar.
“Bahan seperti Jerami dan kayu saat ini sangat sulit untuk didapatkan dan butuh proses lama untuk bisa membangun dengan bahan seperti itu, kita menggunakan bahan modern karena sesuai dengan kebutuhan dan situasi sekarang,” jelas José.
José menegaskan, meskipun rumah adat tersebut sudah tidak memiliki keaslian lokal seperti dulu tetapi kegunaannya masih sama dan memiliki nilainya sendiri untuk para generasinya.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz