DILI, 30 september 2021 (TATOLI)– Catholic Relief Services (CRS) melalui dukungan dari UN Women mengajak perwakilan agama di Timor-Leste (TL) untuk bersama-sama mencegah dan menghentikan kekerasan melawan anak-anak dan kaum perempuan demi memastikan hubungan yang harmonis.
Country Manager CRS, Yane Tamonob Pinto menjelaskan inisiatif proyek bernama Hapara (Hentikan) ini berkolaborasi dengan perwakilan agama Kristen Katolik, Protestan dan Islam untuk menghentikan kekerasan yang sering muncul di dalam keluarga terlebih bagi anak-anak dan kaum perempuan.
“Kami bersama gereja sudah lakukan sebuah baseline dimana terbukti sampai sekarang kekerasan dalam rumah tangga masih dianggap biasa saja. Kami menyadari peran dari gereja dan pemimpin agama sangat penting untuk membantu masyarakat secara rohani untuk mencegah adanya kekerasan. Karena itu, rapat hari ini untuk mendapatkan ide dan analisis dari para perwakilan agama tentang bagaimana bisa bekerjasama kedepannya,” ungkap Yane pada Tatoli di Tower Fatuhada, Dili, kamis ini.
Dia menjelaskan bahwa proyek Hapara sendiri sudah diimplementasikan di tiga kotamadya masing-masing, Bobonaro, Ermera dan Viqueque. Untuk merealisasikan proyek ini, CRS bekerjasama dengan gereja untuk mensosialisasikan upaya-upaya menghentikan kekerasan melawan anak-anak dan kaum perempuan.
Ia menjelaskan, CRS mengundang juga perwakilan dari agama Islam dan Kristen Protestan karena dinilai memiliki komitmen yang sama untuk menghentikan kekerasan tersebut.
Perwakilan Keuskupan Agung Dili dan Agama Katolik, Suster Guilhermina Marçal, Fdcc, menegaskan untuk menghentikan kekerasan dalam masyarakat harus dimulai dari dalam keluarga karena keluarga adalah guru pertama bagi semua orang.
“Jika pengajaran dari keluarga baik maka dia pun akan menjadi pribadi yang baik, khususnya orangtua memiliki peranan penting dalam membesarkan seseorang agar memiliki karakter yang baik. Tidak peduli apa agamanya jika dia bisa bertumbuh dari keluarga yang menanamkan nilai moral yang cukup maka dia menjadi baik,” ucapnya.
Meskipun begitu, Suster Guilhermina mengatakan tidak menutup kemungkinan bahwa peranan agama dalam pertumbuhan seseorang juga dibutuhkan agar bisa memiliki pengetahuan secara rohani dimana nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Perwakilan Agama Islam, Muhammad Ahmad da Costa menyampaikan terima kasih pada CRS dan UN Women karena bisa mempertemukan semua perwakilan agama untuk membahas peran agama sendiri dalam menangani kekerasan di dalam rumah tangga maupun masyarakat.
“Ini sangat penting, tentang menghentikan kekerasan. Kami Islam selalu mendidik melalui ceramah yang disampaikan oleh ustadz setiap hari Jumat. Selain itu, kita tau agama kita semua tidak suka kekerasan dalam bentuk apapun,” jelasnya.
National Program Officer UN Women, Liliana Amaral juga mengungkapkan program Hapara sendiri dimulai dari inisiatif Spotlight. Untuk itu, UN Women dan CRS mengundang perwakilan dari agama untuk memberikan kembali kepada masyarakat.
Disebutkan, proyek tersebut dijalankan selama satu tahun dan akan berhenti pada desember tahun ini dengan dana sebesar $90.000 dari Uni Eropa melalui UN Women.
“Proyek ini sudah diimplementasikan di tiga kotamadya dan kita melihat bahwa hasilnya sangat baik. Proyek ini akan selesai namun kami bersama CRS akan terus bekerja sama dalam memerangi kekerasan melawan anak-anak dan kaum perempuan,” tutupnya.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz