DILI, 16 januari 2023 (TATOLI)— Direktur Jenderal Layanan Migrasi Timor-Leste, Asisten Inspektur Polisi, Luis Soares Barreto mencermati masih adanya pelintas batas ilegal di perbatasan karena kekurangan anggota Unit Polisi Perbatasan (UPF).
“Kami menyadari bahwa Timor-Leste kekurangan sumber daya manusia sebagai unit kebijakan perbatasan untuk mengendalikan penyeberangan ilegal di wilayah perbatasan,” kata Luis Soares Barreto pada Tatoli secara esklusif di Caicoli, senin ini.
Menurutnya angka pelintas batas ilegal masih ada dan Timor-Leste tidak memiliki pelindung tembok atau kawat yang mengelilingi perbatasan antara Timor-Leste dan Indonesia.
Dikatakan, Timor-Leste dan Indonesia hanya dipisahkan oleh tanah, semak-semak, dan sungai, yang merupakan jalan bagi orang untuk menyeberang secara ilegal.
“Kebanyakan berbicara dengan bahasa yang sama dengan orang yang tinggal di daerah perbatasan seperti Bunak dan Kemak. Mereka juga berbicara bahasa Tetun. Mereka juga memiliki perawakan yang sama dengan kita,” ucapnya.
Luis Soares Barreto menjelaskan bahwa Layanan Migrasi bekerja bertugas untuk melihat orang-orang yang secara hukum melewati batas yang lebih luas.
“Kami tidak memiliki kompetensi untuk mengontrol lintas ilegal ke wilayah Timor-Leste. Namun, kami bekerja secara terintegrasi dengan instansi pemerintah lainnya dalam memberikan pelayanan bagi mereka yang akan melintas secara legal ke negara Timor-Leste dilengkapi dengan dokumen lintas batas,” ujarnya.
Layanan Migrasi mengamati ada sekitar 13 pos satuan patroli, karena anggota UPF hanya menyediakan lima pos polisi untuk setiap pos, dimana hal ini diyakini tdak cukup untuk menjangkau semua wilayah.
Diketahui, pada tahun 2022 lalu pelintas batas ilegal dari Timor-Leste ke Indonesia sebanyak 72 orang dan kedatangan dari Indonesia ke Timor-Leste sebanyak 36 orang dengan total 108 orang.
Reporter: Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz