DILI, 16 desember 2022 (TATOLI) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) danOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumat ini meluncurkan Panduan Nasional untuk Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Timor-Leste (TL).
Pada tahun 2016, Kemenkes bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengembangkan Rencana Aksi Nasional Resistensi Antimikroba agar melakukan penelitian tentang efektivitas antibiotik.
“Resistensi mikroba merupakan ancaman global terhadap kesehatan dan pembangunan di bidang kesehatan. Karena itu diperlukan tindakan multisektoral yang mendesak agar mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” kata Menteri Kesehatan, Odete Maria Freitas Belo pada wartawan di Hotel, Novo Turismo, Dili usai acara peluncuran.
Menteri Odete menjelaskan, WHO telah menyatakan bahwa resistensi antimikroba adalah salah satu ancaman global utama terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan, oleh penggunaan antimikroba secara individu dan berlebihan. Penyalahgunaan ini pendorong factor utama perkembangan patogen yang resistan terhadap obat.
Sementara, Perwakilan Menzies Australian School of Health Research di Timor-Leste, Josh Francis, menyoroti pentingnya panduan ini untuk perawatan kesehatan pasien dengan penyakit menular akut.
“Jika Anda menggunakan antibiotik yang tidak tepat, kesehatan Anda terganggu, karena resistensi mikroba, yang kami anggap sebagai masalah serius di Timor-Leste”, tegasnya.
Josh Francis mendesak profesional kesehatan untuk melakukan yang terbaik untuk mengatasi masalah ini, dan pasien harus mengkonsumsi antibiotik berdasarkan panduan ini.
Tahun lalu, Kementerian Kesehatan mendaftarkan 20 pasien tuberkulosis dan resistensi terhadap obat berbasis rifampisin. Pada awal tahun ini, sembilan pasien dengan masalah ini teridentifikasi.
Spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Nasional Guido Valadares, Hélio Guterres, juga memperingatkan penduduk untuk memperhatikan resistensi bakteri klebsiella. Karena, Timor-Leste mencatat 75% pasien yang menunjukkan resistensi terhadap antibiotik.
“Jika ada kasus resistensi antibiotik, kita bisa menggunakan meropenem untuk mengatasi masalah tersebut,” tuturnya.
WHO memperingatkan, pada tahun 2020, tingginya tingkat ketidak efisienan antibiotik di seluruh dunia, mendaftarkan 66 negara dengan peningkatan kasus resistensi mikroba, yang mempengaruhi perang melawan infeksi umum, seperti kencing atau diare.
Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Pengendalian Resistensi Antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah atau menurunkan adanya kejadian mikroba resisten.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor : Armandina Moniz