iklan

POLITIK, HEADLINE

Elizabeth Spehar : g7+ bukan lagi penerima bantuan pasif  

Elizabeth Spehar : g7+ bukan lagi penerima bantuan pasif   

Foto bersama disela-sela pertemuan Tingkat Menteri g7+ yang digelar di CCD, Dili, Jumat (11/04). Foto Tatoli/ Antonio Daciparu

DILI, 11 April 2025 (TATOLI)– Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Dukungan Pembangunan Perdamaian, Elizabeth Spehar mengapresiasi peran strategis yang dimainkan oleh kelompok g7+ dalam mengangkat suara negara-negara rapuh dan terdampak konflik di panggung global.

Elizabeth Spehar, Asisten Sekretaris Jenderal PBB, menegaskan bahwa g7+ telah berevolusi dari sekadar kelompok advokasi menjadi aktor global yang berpengaruh dalam pembangunan dan perdamaian internasional.

“g7+ telah membuktikan bahwa negara-negara rapuh bukan hanya penerima pasif, tetapi kontributor penting bagi perdamaian dan pembangunan global,” ujar Elizabeth dalam pertemuan tingkat menteri ke-enam g7+, jumat ini di Pusat Konvensi Dili (CCD –portugis).

Elizabeth menyoroti berdirinya g7+ pada tahun 2010 di Dili sebagai momen penting dalam sejarah pembangunan global, di mana negara-negara yang selama ini terpinggirkan mulai membentuk narasi mereka sendiri dalam menentukan arah pembangunan dan perdamaian.

“Kelompok ini lahir dari semangat solidaritas dan sukarela, sebagai respons atas marginalisasi yang selama ini dialami negara-negara rapuh dalam kebijakan global,” ungkapnya.

Menurutnya, dunia saat ini tengah menghadapi tantangan multidimensi yang saling terkait, seperti konflik bersenjata yang meningkat ke tingkat tertinggi dalam sejarah, Perubahan iklim yang memperburuk kelaparan dan pengungsian, Ketimpangan ekonomi yang melebar, serta meningkatnya jumlah penduduk miskin ekstrem di negara-negara rapuh.

Ia menyebut bahwa menurut proyeksi, hingga 72% orang miskin ekstrem dunia akan tinggal di negara-negara rapuh pada tahun 2030. Dalam konteks ini, Elizabeth menekankan pentingnya suara dan partisipasi negara-negara anggota g7+ dalam proses pengambilan keputusan global.

Perwakilan PBB itu pun mengacu pada dokumen penting PBB, “A New Agenda for Peace” yang dirilis Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada 2023. Dokumen ini menyoroti Pentingnya solidaritas antarnegara, Kebutuhan untuk memperkuat kepercayaan antara pemerintah dan warganya, dan komitmen terhadap hukum internasional dan multilateralisme.

“Dalam dunia yang semakin terpecah dan penuh persaingan geopolitik, kita justru lebih membutuhkan multilateralisme yang kuat, bukan yang semakin dipertanyakan atau dilemahkan,” katanya.

Prestasi g7+ : Ubah Cara Dunia Melihat Negara Rapuh

PBB juga mengakui beberapa pencapaian penting g7+, di antaranya: New Deal for Engagement in Fragile States yang mengubah narasi dari fragility ke resilience; Fragile-to-Fragile cooperation, model kerja sama antarnegara anggota yang didasarkan pada solidaritas sejati dan pertukaran pengetahuan.

Selain itu juga advokasi global g7+ yang berhasil memengaruhi kebijakan pembangunan dan perdamaian internasional, termasuk pencantuman Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 16 tentang perdamaian dan keadilan.

“g7+ telah membawa perhatian internasional ke negara-negara yang selama ini terlupakan, seperti peran aktifnya di Republik Afrika Tengah yang baru saja saya kunjungi,” ujarnya.

Meski banyak pencapaian diraih, Ia mengingatkan bahwa tantangan tetap besar. Untuk itu, ia menyerukan dukungan internasional yang konsisten bagi negara-negara g7+, pengakuan atas pengalaman dan kebijaksanaan lokal sebagai fondasi pembangunan damai dan pelibatan aktif g7+ dalam proses kebijakan global, bukan sekadar objek intervensi.

“Kita tidak bisa menghadapi ancaman global ini sendirian. Peran g7+ sangat penting untuk membentuk masa depan yang damai, adil, dan inklusif bagi semua,” pungkasnya.

Reporter : Cidalia Fátima

Editor  : Armandina Moniz

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!