DILI, 15 april 2024 (TATOLI)—Kongregasaun Asosiasi Lembaga Misionari Awam (ALMA) dari Indonesia yang malakukan misi di Timor-Leste, januari hingga april 2024 ini, memberikan perawatan terapi rutin kepada 30 anak penderita autis di Pantai Kelapa, Dili.
Ditambahkan, untuk melakukan terapi diperlukan dukungan khusus bagi anak pengidap gangguan spektrum autisme, karena kegiatan terapi itu membutuhkan keahlian tersendiri dan butuh kesabaran yang tinggi.
“Kita perlu bersabar dalam memberikan perawatan khusus kepada anak-anak ini. Terapi penting untuk menangani anak-anak dengan ‘Gangguan Hiperaktif Defisit Perhatian’ Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan autisme,” kata Suster Sebastiana da Cruz pada wartawan Tatoli, senin ini.
Sebagian besar anak menderita autis mengalami hiperaktif dan defisit perhatian, karena pada individu dengan autism itu kemungkinan hal ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama, hingga membuat pengendalian situasi menjadi sangat sulit.
“Sebenarnya sangat sulit untuk menangani mereka di ruang kelas, namun kita perlu menenangkan mereka untuk memulai terapi. Jadi, memahami kondisi setiap anak penting untuk menenangkan mereka,” ujarnya.
Interaksi sosial dapat membingungkan bagi penderita autis, sebab mereka mungkin mudah kewalahan atau frustrasi ketika mencoba mengembangkan dan mempertahankan persahabatan.
Terapi untuk anak autis memerlukan klasifikasi dan diagnosis, selain itu kurangnya sumber daya terutama ruang dan guru menyulitkan kami untuk memberikan perawatan khusus kepada anak-anak tersebut.
Autisme atau gangguan spektrum autisme (ASD), mengacu pada berbagai kondisi yang ditandai dengan tantangan dalam keterampilan sosial, perilaku berulang, ucapan, dan komunikasi nonverbal.
Menurut perpustakaan Kedokteran Nasional Amerika Serikat, Faktor genetik diperkirakan kontribusi 40 hingga 80 persen risiko ASD. Risiko dari varian gen yang dikombinasikan dengan faktor risiko lingkungan, seperti usia orang tua, komplikasi kelahiran, dan lainnya yang belum teridentifikasi, menentukan rrsiko seseorang terkena kondisi kompleks ini.
Ciri-ciri autisme
Autisme biasanya dialami sejak kecil. Anak yang mengalami autisme juga kerap mengalami speech delay. Meski begitu, bukan berarti semua anak yang mengalami speech delay adalah autisme. Untuk lebih jelasnya, berikut ciri-ciri anak mengalami autisme.
1. Sulit melakukan kontak mata
Salah satu ciri anak mengalami autisme adalah kesulitan melakukan kontak mata. Kondisi ini akan terlihat jelas ketika anak tersebut diajak berbicara. Mereka lebih memilih menggerakkan matanya ke arah lain, alih-alih menatap lawan bicaranya.
2. Sulit mengontrol emosi
Bukan hanya sulit melakukan kontak mata, anak dengan autisme juga kerap kesulitan mengontrol emosi mereka. Mereka bisa sangat tidak ekspresif, kadang bisa marah-marah karena orang tidak paham dengan yang diinginkannya.
3. Gangguan persepsi sensori
Ada dua jenis gangguan persepsi sensori yang dialami anak autisme. Di antaranya adalah hipersensitif dan hiposensitif.
Hipersensitif membuat anak dengan autisme mudah terganggu dengan suara keras dan menakutkan. Sementara hiposensitif justru tidak mudah terganggu dengan suara keras atau hal lain yang sebaliknya mengganggu anak lain.
4. Minat terbatas
Anak dengan autisme hanya menyukai hal-hal tertentu. Mereka juga fokus dengan apa yang disukai. Sifat ini justru tidak dimiliki anak-anak lainnya.
5. Gerakan berulang
Anak dengan autisme sering kali melakukan gerakan berulang. Misalnya, memutar-mutar tangannya dan berbagai bagian tubuh lainnya berulang-ulang.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor : Cancio Ximenes