DILI, 27 november 2023 (TATOLI)—Asosiasi HAK minta Pemerintah untuk meningkatkan dana lebih dari 3% untuk pengalokasian pada bidang pengembangan air bersih, sanitasi (BESI) dan kebersihan pada APBN (Anggaran Pendapatan Belanjan Negara) tahun 2024.
Koordiantor Monitoring dan Advokasi HAK, Carlito da Costa mengatakan air bersih, sanitasi, dan kebersihan merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Menurutnya, investasi dalam hal air bersih dan sanitasi merupakan alat untuk meningkatkan sektor kesehatan, pertanian, pendidikan, lingkungan hidup, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan akan memberikan kehidupan warga yang lebih baik.
“Negara, melalui pemerintah, harus berusaha memenuhi hak asasi manusia ini. Namun, masalah air bersih akan terus berlanjut karena beberapa komunitas masih sulit mengakses pada air bersih dengan baik. Kami meminta Pemerintah untuk menginvestasikan dana dalam Bidang air, sanitasi, dan kebersihan (BESI) melalui APBN melebihi 3% untuk mewujudkan Program Pemerintah yang menyatakan tidak ada lagi masalah air dan sanitasi,” jelas Carlito da Costa di kantor HAK Farol, senin ini.
HAK meminta Komisi E Parlemen Nasional untuk mendukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian terkait lainnya untuk membahas investasi dalam Anggaran Belanja Negara yang ditetapkan untuk masalah BESI pada tahun 2024.
HAK sendiri mulai dari maret 2022 hingga oktober 2023 telah melakukan monitoring untuk kondisi akses air di komunitas di enam kotamadya (Baucau, Viqueque, Aileu, Ainaro, Dili dan Ermera) terdiri dari 56 desa, 338 kampung, dengan total populasi 308.213 jiwa dan 66.363 kepala keluarga (KK).
Hasil temuan tersebut menunjukan bahwa 10.304 (15,53%) masyarakat mengakses air sumur, 9.849 (14,84%) masyarakat mengakses mata air dan 46.210 (69,63%) mengakses air dari kanalisasi.
HAK juga bersama mitra kerjanya melakukan audit sosial melalui mekanisme diskusi dengan Kartu Penilaian Partisipatif Komunitas (KPK) pada sistem air di 41 desa di dua kotamadya seperti Manufahi (21) dan Liquiça (20).
Hasil audit sosial menunjukkan bahwa 76% dari 41 sistem air yang diperiksa belum berfungsi dengan baik. Kerusakan pada struktur GMF (Kelompok Pengelolah Fasilitas) menjadi penyebab utama sistem air tidak berfungsi secara efektif.
Observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi yang memadai masih belum terpenuhi, terutama terkait dengan infrastruktur dasar dan perubahan iklim.
Perubahan iklim telah berdampak pada sumber daya alam, terutama air, yang mengakibatkan penyusutan dan kekeringan, serta banjir yang merusak lingkungan hidup manusia, terutama anak-anak dan perempuan.
“Banyak dari mereka yang harus menghabiskan waktu berjam-jam mengambil air dan kehilangan waktu produktif mereka. Pertumbuhan populasi yang terus meningkat memperburuk aksesibilitas terhadap air bersih dan sanitasi,” ucapnya.
Selain itu, tidak ada sistem informasi sanitasi dan jaringan pembuangan air yang dapat berkontribusi pada penyusunan rencana yang sesuai dengan kondisi masyarakat, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Meskipun ada upaya dari masyarakat dan pihak swasta, banyak masyarakat yang kesulitan dalam mengimplementasikan sistem air bersih karena infrastruktur yang belum memadai, keterbatasan sumber daya, dan kurangnya koordinasi antar instansi.
“Oleh karena itu, pemerintah harus berkomitmen untuk berinvestasi dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini dan menciptakan mekanisme koordinasi dengan institusi-institusi terkait. Selama lima tahun ke depan, pemerintah harus mempercepat investasi yang memadai demi meningkatkan aksesibilitas dan keamanan air bersih serta sanitasi yang berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh masyarakat,” pintanya.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz