iklan

AINARU, HEADLINE, SOSIAL INKLUSIF

Mengintip “surga kecil” Rabilau di Maubisse

Mengintip “surga kecil” Rabilau di Maubisse

Pemandangan mentari pagi di gunung Rabilau, desa Maubise Villa, pos adminsitratif Maubise, kotamadya Ainaro, Timor-Leste. Foto/Racom Maubisse

DILI, 20 november 2023 (TATOLI)—Jalan setapak kulalui. Di setiap ruas jalan itu dihiasi batu karang dan pepohonan. Tiupan angin sepoi seakan memberikan titah kepada dedaunan pohon mengucapkan “selamat datang” kepada pengunjung yang mengujungi surga kecil Rabilau.

Surga kecil tersembunyi itu, merupakan lukisan tangan Tuhan yang tertata rapi di desa Maubise Vila, pos adminisratif Maubisse, kotamadya Ainaro, Timor-Leste. Sekilas pandang, nama Rabilau dan Ramelau kedengarannya ada kemiripan, tapi bedanya Rabilau terpahat di Maubise no Ramelau tertanam di Hatubulico.

Rabilau adalah salah satu pegunungan di Timor-Leste yang menjadi destinasi wisata untuk turis mancanegara maupun domestik yang ingin menikmati keindahan alam. Selebihnya, tempat untuk melepas rasa lelah dan kepenatan jiwa.


Pesert Camping Amizade tiba di Rabilau, desa Maubisse Villa, pos adminsitratif Maubise, kotamadya Ainaro, Timor-Leste. Foto/Racom Maubisse

Selain destinasi wisata alam, puncak Rabilau juga menjadi bagian dari destinasi wisata religi. Sebab, di sana juga, berdiri dengan kokoh Patung Bunda Maria dari Fatima, sebagai tempat ziarah bagi umat kristen Katolik untuk berdialog dengan Tuhan.

Hari itu, 20 oktober 2023, aku terselip di antara puluhan orang menuju puncak Rabilau. Hari itu, saya bergabung dalam sebuah kelompok Camping Amizade untuk melalukan perkemahan di puncak Rabilau.

Di sepanjang jalan, alam menyuguhkan sebuah lukisain tangan Tuhan yang tak bisa diukir dengan pena. Di tepian jalan, batu karang bertebaran. Pepohonan melambaikan ranting-rantingya, bagaikan liukkan biduan tradisionál dari Maubisse yang sedang berdansa ria.

Di bawah sinar mentari, sederetan gunung berdiri terpaku diam. Dengan ramah, alam di sekitar menyapa pengunjung dengan suara gesekan dedaunan yang menyenangkan. Suara nyanyian rerumputan yang sedang bergoyang, mengundang langkah kakiku kian dipercepat.

Langkah demi langkah, kulalui jalan setapak, hingga langkahku mengapai jalan utama di kampung Kanurema. Jalanan klasik yang sebelumnya dihiasai dengan aspal, kini dilapisi dengan batu dan tanah.

Dan, dengan menjajaki jalanan mendaki dan menanjak ini, akan ku lewati jalan setapak sepanjang tujuh (7) kilometer. Ditepian jalan, sebelum mencapai puncak, penghuni daerah sekitar Rabilau, berdiri di setiap ruas jalan sambil melambaikan tangan dengan senyuman tipis nan ramah.

Walau udara sore itu terasa dingin hingat mengigit, tapi kurasa tubuhku ini hangat-hangat basah. Keringat mengalir bagai tetesan air jatuh dari teras rumah. Napas tak beraturan. Langkah kaki memberat. Tapi, begitu kakiku menyentuh puncak Rabilau, terbentang padang luas dihiasai dengan rerumputan hijau yang membentang kehijauan.

Angin sore menyapa kami dengan tiupan bisikan ramah “selamat datang” di puncak Rabilau. Kami disambut dengan barisan sekolompok bidadari menabuh “babadok” dengan tarian khas Maubisse. Para tetua adat dengan pakaian adat tradisional “tais”, lilitan kain putih di pingang, ikatan “kaibauk” di kening, “belak” emas bulat bak bulan dan beberapa “morten” bergantungan di leher, seakan mengeratkan tali silaturahmi kian erat.

Peserta Camping Amizade di Rabilau, desa Maubise Villa, pos adminsitratif Maubise, kotamadya Ainaro, Timor-Leste. Foto/Racom Maubisse

Beberapa bidadari desa yang mengenakan “tais feto” dipadukan dengan kebaya yang terlihat anggun. Mereka berjalan seturut irama tabuhan “babadok” sambil menyuguhkan sirih dan pinang kepada kami. Ini adalah tradisi orang Maubise menyambut setiap tamu yang bertandang mengunjungi tempat wisata lokal Rabilau.

Nama “Rabilau” berasal dari bahasa daerah Mambae yang diambil dari kata “Rabi” artinya dalam bahasa tetun “BELAR” atau dalam bahasa Indonesia artinya “DATAR”, dan “LAU” dalam Bahasa tetun artinya “LETEN” atau dalam bahasa Indoensia artinya ATAS”. Bagaikan nama RABILAU, di puncak Rabilau dan sekitarnya terekam jelas gunung Rabilau cukup datar untuk dijadikan tempat perkemahan.

Pusat pariwisata lokal Rabilau dikelola langsung oleh masyarakat Maubisse didukung oleh pemerintah dengan anggaran sebesar $41,070.00 pada 2021, dan diresmikan pada desember 2022, tetapi dibuka untuk umum pada agustus 2023.

Dengan dana tersebut telah dibangun tabut selamat datang, empat kamar mandi dimana dua diantaranya dilengkapi dengan air hangat, tanki penampungan air bersih, pemasangan listik dan solar painel, tanggal ditata menyerupai tempat untuk pre-wedding, spot foto menarik, kafe dan restoran dan infrastuktur lainnya.

Malam pun tiba. Aktifitas perkemahan di gelar. Udara malam menyebarkan sayap. Tipuan angin malam yang dingin hingga menusuk tulang. Dingin. Untuk mengusir dinginnya malam, para peserta perkemahan membuat api unggun. Mereka menghangatkan tubuh dengan lidah api yang membara. Di sekitar api unggun, mereka berbagi cerita hingga selimut malam yang gelap  menghantar mereka ke peraduan masing-masing.

Tak terasa, dingin kembali menusuk tulang. Burung-burung liar mulai bernyanyi riang. Aku melihat di layar Hand Phone-ku, ah, sudah pukul 05:40 pagi. Angin bertiup ramah. Aku duduk berdiam diri dalam tenda perkemahanku, sambil memandang keluar, eh, ternyata teman-temanku masih tertidur lelap. Sunyi dan sepi. Di puncak gunung Rabilau ini, tak terasa, seolah aku sedang berada di “surga kecil” yang terukir di tepian kota Maubisse.

Di puncak gunung Rabilau yang menjulang tinggi, terekam matahari terbit dari timur. Fajar berganti warna dengan sangat cepat. Warna merah muda menyulap diri menjadi kuning dan hingga menjadi warna putih keemasan. Keindahan alam terhampar di hadapanku dan memanjakan mata. Hamparan gunung disekitar Maubisse bisa terlihat dengan jelas. Indahnya pegunungan dan cantiknya kota Maubise, tak melebihi indahnya “surga kecil” di puncak Rabilau.

Lasse Korbanka, seorang turis asal Jerma dikalungkan Tais (kain tenun Timor-Leste) pada proses penyambutan. Foto/Camping Amizade

Sebelum mengakhiri perkemahan satu malam di Rabilau, saya berkesempatan untuk berbincang dengan Kepala Desa Maubisse Vila, Wilson Nivio Maria Pereirra Mendonça, seorang yang sangat ramah dan penuh perhatian bagi para pendatang.

Ia menghargai kunjungan kelompok Camping Amizade di Pusat Pariwisata Masyrakat Rabilau karena mampu memberikan kontribusi pada pendepatan masyarakat setempat.

Dalam perbincangan singkat, Kepala Desa itu menjelaskan beberapa prosedur sebelum akses ke Rabilau, seperti melakukan kontak atu berkonfirmasi pada Kepala Desa atau Radio Komunitas Maubisse sebelum ingin berkujung ke Rabilau.

“Kita di sini sangat terorganisir. Di semua tempat pasti ada budaya yang berbeda. Untuk memasuki sebuah wilayah harus mendapatkan ijin terdahulu. Kita sendiri telah menyiapkan kelompok budaya yang terdiri dari para tetua adat untuk proses penerimaan. Misalnya, untuk kelompok besar yang ingin disambut secara budaya bisa menyumbang $20 sampai $100. Tetapi, untuk perorangan yang hanya ingin meminta ijin masuk bisa sesuai modal dan tidak harus dengan sambutan tarian adat,” jelas Kepala Desa Maubisse kota pada Jurnalis Tatoli di Rabilau.

Sampai saat ini belum diberlakukan tarif masuk untuk Rabilau karena Pemerintah melarangnya tetapi tentunya sudah disediakan juga Kafe dan restoran untuk para pengujung yang ingin melakukan wisata serta fasilitas pemandu wisata.

Para kelompok masyarakat di Rabilau sendiri juga memberikan layanan seperti tenda camping yang dilengkapi karpet, sleeping bag dengan tarif $5 semalam. Adapun fasilitas sepeda yang ingin mencoba dowhill (bersepeda di gunung) dengan tarif $2 sehari.

“Fasilitas yang kami sediakan masih terbatas tetapi kami berencana untuk membangun rumah adat di sekitar Rabilau sebagai tempat penginapan tradisional, sehingga bisa turut merasakan bagaimana suasana tinggal di gunung. Setiap kamar mandi juga nantinya akan dilengkapi air panas, sekarang baru dua. Kami memahami udara di Maubise sangat dingin,” jelas Kepala desa.

Untuk mewujudkan rencana tersebut, Desa Maubisse Villa sendiri dengan dukungan dari Asia Foundation telah memfasilitasi pelatihan Perhotelan bagi 15 kaum muda Desa Maubisse Villa agar nantinya bisa mengelola pusat pariwisata lokál Rabilau.

Para tetua adat menyambut pengunjung di Pusat Pariwisata Masyarakat Rabilau. Foto: Camping Amizade

Walau demikian, Kepala Desa Maubisse Villa mengakui bahwa kendala yang dihadapi oleh para wisatawan sendiri adalah jalan setapak yang berbatu dan berlubang. Di jalan utama, ketika hujan tiba, jalannya becek dan belrlumpur sehinga sulit bagi wisata bertandang ke Rabilau.

Sebelumnya mitra Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) melalui proyek Roads for Development (R4D) telah melakukan rehabilitasi pada jalan dengan semen tetapi tidak efisien karena ada beberapa jalan yang tanjakannya memiliki sudut kemiringan yang sangat berlekuk dan sempit.

Seorang turis mancanegara dari Jerman, Lasse Korbanka, juga mengatakan jalan protokol atau jalan utama sampai ke Rabilau harus segera diperbaiki, bukan hanya untuk kenyamanan dan keselamatan para turis tetapi untuk masyarakat lokal juga.

“Sebagai orang asing, saya hanya mengesampingkan segala sesuatunya, ini adalah sebuah petualangan untuk datang ke sini. Tapi akan lebih mudah untuk datang ke sini jika jalannya lebih baik. Saya rasa bagi wisatawan lain, ini akan sangat membantu dan memudahkan mereka,” katanya.

Turis asal Jerman itu pun terkesan dengan sambutan dari para tetua adat yang sangat ramah dan hangat. Ia sangat menggagumi pemandangan di pagi hari nan indah di atas puncak gunung Rabilau.

Koordinator Camping Amizade, Francisco Mokit, mengatakan proses perkemahan sudah disiapkan satu bulan sebelumnya dengan melakukan koordinasi dengan para otoritas lokal, kepolisian serta memberikan pembekalan bagi para peserta perkemahan.

Para Peserta Camping Amizade foto bersama di Rabilau, desa Maubise Villa, pos adminsitratif Maubise, kotamadya Ainaro, Timor-Leste. Foto/Racom Maubisse

“Kita sudah lakukan persiapan sejak lama. Kita memilih Rabilau karena ingin bantu mempromosikan pusat pariwisata yang ada di Timor-Leste. Tidak hanya Rabilau, tetapi Maubise saja memiliki berbagai destinasi wisata yang menarik. Tetapi, masih harus diperthatikan infrastruktur dasarnya agar bisa menarik wisatawan dari mancanegara,” katanya.

Dijelaskan, para peserta yang hadir dalam perkemahan Camping Amizade Jilid III ini berjumlah lebih dari 200 orang, dimana beberapa wisatawan mancanegara yang berasal dari Jerman dan Jepang.

Indahnya “surga kecil” Rabiliau di Maubise, laksana “taman eden” yang pesona alamnya bin ajaib. Di atas puncak gunung Rabilau yang datar, memberikan kenyamanan bagi setiap wisatawan. Di tengah hijaunya rerumputan, mengundang rasa “damai” berbaur dengan keajaiban alam nan indah. Bila ingin melepas lelah, datang dan berkemahlah di atas gunung Rabilau. Sebab, di atas gunung Rabilau, Anda akan menemukan sebuah “surga kecil” tertata rapi di tepian kota Maubisse.

Reporter : Cidalia Fátima

Editor      : Cancio Ximenes

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!