DILI, 22 juni 2023 (TATOLI)— Duta Besar (Dubes) Timor-Leste di Vietnam, Maria Olandina Isabel Caeiro Alves menilai Mendiang Isabel da Costa Ferreira, Istri Perdana Menteri Timor-Leste, Taur Matan Ruak merupakan seseorang yang memiliki keberanian dalam memperjuangkan HAM (Hak Asasi Manusia).
Melalui wawancara esklusif dengan Tatoli, teman baik Mendiang Isabel yang saat ini menjalani misi sebagai Dubes TL di Vietnam itu pun kembali menceritakan beberapa potongan kisah perjuangan Istri Perdana Menteri itu dalam melawan HAM selama masa kependudukan Indonesia di Timor-Leste.
“Saya mengenalnya sudah lama tetapi mulai dekat dengan beliau pada 1999. Saat kami sebagai aktivis. Kami melakukan tugas kami. Dimana Mendiang di organisasi KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan saya di GERTAK. Kami melakukam tugas dalam memperjuangkan HAM dan Keadilan,” ucapnya pada Tatoli secara daring.
Ia menceritakan, pada maret 1999, Mendiang Isabel mendapatakan telpon dari seseorang dari Maliana bahwa beberapa kaum muda mendapatkan intimidasi dari Militer Indonesia dan membutuhkan dukungan.
Berita terkait : Istri Perdana Menteri Timor-Leste wafat
Dan pada waktu yang sama, pihak GERTAK juga mendapatkan telpon dari Pastor Paroki Santa Cruz Maliana, Mendiang Romo Francisco Tavares dos Reis yang meminta untuk menyelamatkan beberapa kaum muda yang terjebak dan harus mengungsi di Gereja, mengingat beberapa sangat diincar oleh Militer Indonesia.
Tidak banyak berpikir Olandina yang pada waktu itu memiliki mobil bersama Mendiang Isabel dan dua orang kawan serta anaknya yang menyetirkan mobil, kelimanya langsung menuju ke Maliana (kotamadya Bobonaro).
Setibanya di Maliana, Mendiang Isabel langsung menemui Romo Tavares untuk membicarakan proses evakuasi para kaum muda tersebut, meskipun berupaya untuk Kapolres dan DANDIM (Komando Distrik Militer) tetapi tidak ada solusi.
“Setelah berbicara dengan Romo agar membawa keluar 23 kaum muda termasuk seorang guru yang harus dibawa keluar, dan karena mobil yang kami tumpangi tidak muat, karena itu kami berkoordinasi dengan Romo untuk mencari mobil untuk sewa dan seperti yang kita ketahui keadaan disana sangat beresiko. Tetapi kami sempat membawa keluar para kaum muda dan dengan lindungan Tuhan dan Leluhur kita, kami bisa keluar tengah malam dan bisa tiba kembali di Dili,” jelasnya.
Berita terkait : Tembakan salvo iringi proses pemakaman Mendiang Isabel Ferreira
Dijelaskan, 23 kaum muda satu termasuk seorang guru tersebut sebagian adalah incaran DANDIM tetapi akhirnya bisa dilarikan ke Dili dan tinggal di beberapa rumah terpisah untuk menjamin keamanan mereka.
“Sebagian berada di rumah saya dan ini adalah bukti nyata bahwa waktu itu jika Mendiang Isabel tertangkap mungkin tidak bisa selamat sampai hari ini. Karena, dengan adanya evakuasi ini kami mendapatkan ancaman dari berbagai pihak khususnya mereka yang Pro-Kemerdekaan tetapi Ia (Mendiang Isabel Ferreira) terus berani untuk mengatakan bahwa Ia melakukan semua ini karena untuk HAM,” ungkap Olandina.
Setelah kemerdekaan Diplomat itu kembali berkolaborasi dengan Mendiang Isabel selama tiga tahun dalam pendirian CAVR (Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi) pada 2005.
CAVR adalah lembaga konstitusional independen yang dipimpin oleh tujuh Komisaris Timor-Leste dan diberi mandat oleh Peraturan UNTAET 2001/10 untuk melakukan pencarian kebenaran selama periode 1974-1999, memfasilitasi rekonsiliasi komunitas untuk kejahatan yang tidak terlalu berat, dan melaporkan hasil pekerjaan dan penemuannya serta membuat rekomendasinya.
“Kami bekerjasama selama tiga tahun dan disanalah kami bekerja lebih dekat, Mendiang Isabel bagi saya bukan hanya rekan kerja tetapi sebagai seorang adik yang kepergiannya ini membuat saya sangat terpukul dan bersedih. Karena, kehilangan seorang yang baik tetapi saya bersyukur pada Tuhan, saat ini Ia tidak lagi menderita akan penyakitnya,” jelasnya.
Diapun mengatakan, pada maret 2023 adalah pertemuan terakhir kedua sahabat tersebut. dimana pada waktu itu Olandina mengunjungi Mendiang Isabel yang sedang melakukan pengobatan pada Kanker Usus yang dideritanya di Singapura.
Berita terkait : Dom Virgilio : Mendiang Isabel Ferreira contoh sesunguhnya seorang nasrani
“Dan itulah pertemuan terakhir kami dan setelah pertemuan tersebut, kami berkeliling, makan dan menghabiskan waktu bersama. Setelah Ia kembali ke TL kami terus saling memberikan kabar agar mengetahui perkembangan kesehatannya. Saya sudah tahu bahwa nantinya Ia akan kehilangan nyawanya karena penyakit yang dideritanya sudah sangat kritis,” pungkasnya.
Olandina dengan haru mengatakan selama menjalankan misinya diluar negeri, Mendiang Isabel adalah salah satu orang yang memberikan dukungan ketika ibunya sedang berada di rumah sakit dan memberikan perhatian layaknya sorang anak pada orang tua.
Menurutunya, Timor-Leste telah kehilangan generasi bangsa yang sangat cerdas dan berani serta memiliki kerendahan hati. Ia meninggalkan tiga orang anaknya dan suami yang sangat membutuhkannya, tetapi Tuhan memilih yang tebaik untuk bersamanya.
“Terus semangat untuk mereka dan karena Tuhan memilih yang terbaik, Mendiang Isabel saya percaya bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuknya di Surga. Saya hanya bisa mengirimkan bunga, saya menelpon kawan di Bali untuk mengirimkan Bunga karena saya tidak bisa mengikuti proses pemakamanya,” papar Olandina.
Istri Perdana Menteri, Isabel da Costa Ferreira wafat pada minggu (18/06/2023), pukul 20:48 WTL di kediamannya Metiaut, Dili. Mendiang Isabel meninggal dunia dengan usia 49 tahun. Mendiang Isabel wafat, karena menderita penyakit kanker usus stadium akhir.
Mendiang Isabel da Costa Ferreira dan Taur Matan Ruak menikah pada mei 2001 dan pasangan itu memiliki tiga anak, satu laki-laki bernama Queshadhip Ruak Ferreira de Vasconcelos dan dua perempuan bernama Lola Ruak Ferreira de Vasconcelos dan Tamarisa Ruak Ferreira de Vasconcelos.
Reporter : Cidalia Fátima
Editor : Armandina Moniz