iklan

EKONOMI, POLITIK, SOSIAL INKLUSIF

Jaga habitat laut, SEA akui mekanisme pengumpulan sampah harus diperbaiki

Jaga habitat laut, SEA akui mekanisme pengumpulan sampah harus diperbaiki

Habitat laut. Foto google

DILI, 25 agustus 2022 (TATOLI)— Sekretaris Negara urusan Lingkungan (SEA -tetum), Demetrio do Amaral de Carvalho mengakui mekanisme pengumpulan sampah di Timor-Leste harus diperbaiki demi menjaga habitat laut.

SEA selama ini telah mengembangkan dua dekrit. Dua dekrit itu adalah,  dekrit No. 36/2020  tentang Perlindungan Keanekaragaman Hayati (biodiversity) dan dekrit No. 37/2020 tentang eliminasi penggunaan plastik.

“Kedua dekrit ini memiliki relevansi sendiri. Kita tahu bahwa jika mekanisme pengumpulan dan perawatan belum baik dan masyarakat sendiri belum ada regulasi, maka sampah plastik ini akan terbawa ke selokan, habitat natural dan akhirnya akan memberikan dampak langsung pada berbagai spesies di lautan,” ungkap SEA Demetrio pada Tatoli secara esklusif.

Dikatakan, sampah-sampah itu terus membunuh makhluk hidup di lautan. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati pada 2016, sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies.

Sekretaris Negara urusan Lingkungan, Demetrio do Amaral de Carvalho. Foto TATOLI/Francisco Sony

Dari 800 spesies itu, 40% adalah mamalia laut dan 44% adalah spesies burung laut. Konferensi Laut PBB di New York 2017 menyebut limbah plastik di lautan membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan yang tak terhitung jumlahnya setiap tahun.

Selain sampah plastik, sampah di lautan juga terdiri dari peralatan perikanan yang ditinggalkan begitu saja. Biasanya disebut ‘jaring hantu’ atau ‘peralatan hantu’. Jumlahnya 640 ribu ton atau 10 persen dari sampah laut. Sampah jaring menjebak kura-kura, burung, dan mamalia laut.

Dunia saat ini telah mengembangkan sebuah frame work atau konvensi untuk melawan sampah plastik dan TL bersama banyak negara seperti Jepang dan Ekuador menjadi negara yang menawarkan konvensi baru tersebut untuk mengolah sampah plastik.

“Ini adalah cara agar mengolah sampah plastik tidak hanya di domestik. Karena, sebuah botol plastik bisa mengambang di Jakarta (Indonesia) dan di perairan laut Atauro atau Jaco. Untuk itu,  mengolah sampah plastik bukan hanya dilakukan sebagai tindakan lokal tetapi harus dikategorikan sebagai tindakan global,” katanya.

Menurut sensus plastik sebelum diberlakukan pelarangan penggunaan plastik, sampah yang di buang pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tibar mencapai 200 ton setiap hari, dari angka ini 18% sampai 20% adalah sampah plastic. Artinya sekitar 30 – 40 ton sampah plastik.

“Sampah platik ini terdiri dari mainan anak-anak, bunga plastik, dan sampah nasi bungkus Styrofoam. Ini sebelum kita mengurangi penggunaan plastik. Tetapi,  jika hari ini kita melakukan lagi sensus mungkin sudah berkurang karena intervensi yang dilakukan selama ini,” paparnya.

Saat ini, Kementerian Administrasi Negara menjadi instansi yang bertangunjawab untuk pengelolahan sampah dalam negeri. Tetapi tidak dilakukan metode pengumpulan sampah berdasarkan kelompok.

Diberbagai negara maju sampah terbagi ke dalam tiga kelompok, terdiri dari, sampah daur ulang, sampah rumah tangga, dan sampah organik. Bahkan, di negara seperti Australia dan Jepang telah memiliki aturan sampah yang lebih ketat.

Reporter : Cidalia Fátima

Editor    : Armandina Moniz

iklan
iklan

Leave a Reply

iklan
error: Content is protected !!