DILI, 08 oktober 2021 (TATOLI)—Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) FONGTIL, menggelar seminar dengan tema partisipasi perempuan dalam kehidupan politik, bisnis, pekerja professional dan mengurangi kekerasaan terhadap wanita dan anak perempuan.
Direktor Eksekutif LSM FONGTIL, Daniel Santos do Carmo mengatakan sekitar 38% kekerasaan terhadap wanita dan anak perempuan, menjadi fenomena yang harus diselesaikan. Karena itu, LSM terpanggil untuk berkontribusi mengurangi kekerasaan tersebut.
“NGO forum melaksanakan tugasnya dengan memfasilitasi komunikasi antara organisasi masyarakat sipil, dengan anggota pemerintah melalui seminar. Tugas kita mengundang anggota pemerintah dan parlamen untuk memfasilitasi masyarkat sipil, seperti Rede Feto dan kelompok yang berkaitan dengan pekerjaan wanita. Sehingga, kehadiran mereka untuk berkomunikasi dengan pemerintah tentang rekomendasinya,”kata Daniel Santos kepada wartawan usai seminar di Kantor CNE, Dili, jumat ini.
Menurutnya, semua rekomendasi masyarakat sipil dapat dipertimbangkan pemerintah sehingga masyarakat sipil dapat melanjutkan tugasnya sebagai partner kritik dengan pemerintah, dengan melakukan survey data dan mengumpulkan informasi, bukti terhadap korban kekerasaan wanita agar diberikan kepada pemerintah untuk menanganinya.
“TL mempunyai hukum legislatif yang melindungi korban penyiksaan dan anak perempuan, dimana ada hukuman pidana, dan semua hukum tersebut untuk melindungi. Namun, hambatannya dari kita bagaimana cara untuk implementasi pada hukum tersebut yang saat ini masih menjadi tantangan. Dari kemajuan juga dapat membangun dan memberikan keadilan pada kesetaraan gender, agar tidak terjadi lagi kekerasaan terhadap wanita,” tuturnya.
Dikatakan, hal yang mengakibatkan terjadinya kekerasaan terhadap wanita yaitu, investasi pada sektor publik dari pemerintah, aktivitas ekonomi dan budaya, sehingga menyebabkan kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan masih meningkat.
Sementara itu, Kepala Umum Sekretarias Negara untuk Gender dan Inklusif, Armando da Costa mengatakan untuk mengurangi kekerasaan tersebut, pemerintah melalui SEII bekerja sama dengan partner melaksanakan tindakan nasional melawan kekerasan sesuai dengan gender.
“Dalam perencanaan tersebut ada bagian terpenting seperti mencegah, yang difokuskan dengan menyebarkan informasi , seminar, diskusi untuk dapat menyadarkan kesadaran, dan kelakuan agar tidak terjadi kasus baru. Kedua, prestasi kerja sosial yang berkaitan dengan Kementerian Solidaritas Sosial dan Inklusif (MSSI), dimana pemerintah memberi bantuan langsung pada korban melalui partnernya, seperti Rumah Perlindungan, mendukung pangan, dan memberikan keadilan terhadap korban kekerasaan melalui akses pada hukum,” ujarnya.
Dikatakan, pada bagian ekonomi, SEII mempunyai program sosial ekonomi dengan mendukung anggaran untuk para wanita yang tinggal di desa dengan mendirikan kelompoknya agar melakukan usaha kecil sesuai dengan kemampuan masing masing, jika usaha tersebut telah sukses mereka dapat mengembalikan modal yang telah diberikan.
“Pada 2019, SEII telah mendukung 18 kelompok, dan 26 kelompok pada 2020. Karena pandemi Covid-19 mengakibatkan usaha mereka macet. Namun, ada lima kelompok yang berhasil kembalikan modal, dan kelompok tersebut mulai melanjutkan usahanya sendiri,” tandasnya.
Seminar yang berlangsung di CNE, dihadiri SEII, masyarakat sipil, anggota parlamen, dan lainnya.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor : Armandina Moniz