DILI, 06 oktober 2021 (TATOLI)—Komite pengarah (CO25) dan Pusat Arsip Audiovisual Max Stahl (CAMSTL) menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of understanding-MoU) dalam membagi informasi dokumen pada masing-masing pihak untuk menulis sejarah perlawanan Timor-Leste (TL) selama 24 tahun silam.
“Tujuan dari penandatanganan perjanjian ini, untuk menjalin kerjasama antara CO25 dan CAMSTL dengan menukar dokumen sejarah perlawanan TL, sehingga dapat memfasilitasi penelitian yang sangat penting untuk menulis sejarah TL,” kata Ketua Umum CO25, Constancio Pinto ‘Terus’ kepada wartawan, usai acara penandatanganan di Kantor CAMSTL, Bidau, Dili, selasa.
Berita terkait : CNC dan CO25 tandatangani MoU lakukan penelitian sejarah TL
Constancio Pinto menambahkan tim dari CAMSTL telah mengumpulkan dan menyimpan dokumen sejarah, termasuk yang sangat penting dalam sejarah perlawanan 24 tahun lalu. Perjanjian ini akan memungkinkan CO25 untuk mengakses pada dokumen dan informasi penting yang disimpan CAMSTL.
“Dalam hal dukungan teknis, CAMSTL akan memfasilitasi pelatihan keterampilan kearsipan dan penelitian pada CO25,” lanjutnya.
Dikatakan, pihak dari CO25 akan mempublikasikan sejarah TL dari Vol. 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Karena itu, dengan kerjasama CAMSTL akan memfasilitasi proses penelitian dan penulisan CO25 dari buku-buku tersebut.
“Pada akhir tahun, CO25 merencanakan untuk publikasi draft sejarah Timor-Leste (Vol. 1, 2, dan 3). Dimana Vol.1 berfokus pada peristiwa sejarah yang terjadi antara tahun 1974 hingga 1975. Vol.2 berfokus pada jatuhnya pangkalan FRETILIN. Vol.3 tentang kebangkitan diplomatik dan front klandestin. Anda tahu sejarah TL itu kompleks, jadi diperlukan penelitian yang baik untuk menulisnya. Selain dari buku, CO25 juga akan menulis sejarah TL dalam bentuk majalah,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Anggota Dewan CAMSTL, Tomas Lim O Haolain mengatakan bahwa dia menerima informasi tentang ketidak-adilan besar yang terjadi di TL melalui rekaman Max Stahl pada kasus pembantaian Santa Cruz, pada 12 November 1991.
“Kami mengadakan kampanye dengan beberapa teman yang dikenal sebagai ‘Solidaritas Pulau Timor-Timur’ dan kami bepergian ke seluruh Irlandia berbicara kepada kelompok sekolah, kelompok masyarakat, dan kepada siapapun yang mau mendengarkan kami. Banyak orang bergabung dalam kampanye untuk membantu dan kami adalah kelompok yang berbeda dengan kampanye Irlandia untuk TL”, jelas Tomas.
Dilanjutkan, kebijakan setelah kempanye, Negara Irlandia memihak pada TL sehingga Menteri Luar Negeri Irlandia menulis sebuah artikel bahwa Irlandia tidak menerima kehadiran militer Indonesia di Timor-Timur dan Irlandia menginginkan referendum.
“Kami mendukung Negara ini di negara kami sendiri, tetapi hal paling penting yang terjadi adalah kalian rakyat TL tidak pernah putus asa. Anda berjuang, Anda berkampanye dan akhirnya Anda mendapatkan referendumnya, diikuti kemerdekaan dan sekarang menjadi salah satu negara di antara komunitas Asia,” tambahnya.
Reporter : Mirandolina Barros Soares
Editor: Armandina Moniz