DILI, 21 juni 2021 (TATOLI)- Pemerintah Timor-Leste (TL) melalui Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama mengklarifikasi suara abstain pada Resolusi untuk pihak Militer Myanmar agar dapat mempertahankan dialog secara damai dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.
Melalui surat siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama pada senin ini, mengklarifikasi posisinya tentang adopsi Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Situasi di Myanmar yang dilakukan pada 18 juni 2021
Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama memiliki hak untuk mengklarifikasi bahwa sebagai negara demokrasi Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) tidak mendukung penetapan keadaan darurat oleh angkatan bersenjata Myanmar pada 1 Februari 2021 dan tindakan selanjutnya terhadap Pemerintah sipil terpilih.
Posisi ini tercermin dalam pernyataan TL tertanggal 12 maret 2021 pada sesi ke-46 Dewan Hak Asasi Manusia, dimana TL menyatakan keprihatinannya atas situasi hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar dan menyerukan pembebasan tahanan sewenang-wenang, termasuk tahanan politik.
Selain itu, TL juga telah menyatakan dukungannya untuk transisi demokrasi Myanmar, dan juga menyerukan semua pihak untuk mempertahankan dialog dan menyelesaikan perbedaan melalui jalur damai.
Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Republik Demokratik Timor-Leste mendapat kehormatan lebih lanjut untuk menginformasikan bahwa Timor Leste memberikan suara abstain pada resolusi tersebut karena tidak ada kesamaan posisi di antara negara-negara anggota ASEAN, yang memiliki peran kunci dalam menyelesaikan masalah tersebut dan masalah situasi di Myanmar.
Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama ingin menegaskan kembali komitmen Timor-Leste terhadap perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia, dan menegaskan kembali dukungan Timor-Leste terhadap solusi damai yang di fasilitasi ASEAN demi kepentingan rakyat Myanmar dan mata pencaharian mereka.
Di lain tempat, Mantan Presiden Timor-Leste, José Ramos Horta sangat menyesalkan pungutan suara yang diberikan oleh Timor-Leste karena tidak memilih untuk mendukung Resolusi mengenai Situasi di Myanmar.
Menurutnya, Pemerintah TL harus melakukan komunikasi dengan Negara ASEAN yang lain dan CPLP agar bersama mendukung Resolusi yang bertujuan antara lain meminta pihak Militer Myanmar untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, guna menghormati Hak Asasi Manusia, dan hasil Pemilu 8 November 2020, serta segera melepaskan para tokoh yang ditahan.
“Negara ASEAN seperti Indonesia, Singapur, Malasia, Filipina dan Vietnam mendukung resolusi ini dan juga Negara Eropa semua mendukung, termasuk Afrika, dan Negara CPLP lainnya. Seharusnya Timor-Leste ikut serta menjadi aksi resolusi dan TL kehilangan kesempatan untuk mengikuti aksi resolusi ini, dan berdampak pada nama baik kita,” jelas Ramos Horta kepada wartawan di Farol Dili, senin ini.
Dikutip dari Reuters (18/06), Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada jumat menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar dan mendesak militer untuk menghormati hasil pemilihan November dan membebaskan tahanan politik, termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi.
Majelis Umum mengadopsi resolusi dengan dukungan 119 negara beberapa bulan setelah militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari.
Reporter : Cidalia Fátima
Reporter : Armandina Moniz